02 Juni 2011

GURU SUPER MEMBENTUK SISWA BERKARAKTER

Peran seorang guru tidak sekedar menjadikan peserta didik menjadi pintar tetapi lebih dari sekedar itu, berkontribusi membangun siswa berkarakter. Secanggih apapun teknologi, tidak akan mampu menggeser peran dan posisi guru dalam proses pendidikan karena pendidikan tidak sekedar transfer of knowledge tetapi membangun nilai dan karakter (tranformation of value and character building).


Guru yang mampu melahirkan anak didik berkarakter. Tentu, bukan guru yang biasa-biasa saja, tetapi seorang guru yang luar biasa atau guru super. Berdasarkan Undang-Undang Guru dan Dosen no.14 tahun 2005 disebutkan seorang guru memiliki 4 kompetensi, yaitu kompetensi profesional, pendagogis, personal dan sosial. Dari keempat kompetensi, aspek yang paling mendasar untuk menjadi seorang guru yang super adalah aspek kepribadian (personality), karena aspek pribadi inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya komitmen diri, dedikasi, kepedulian dan kemauan kuat untuk terus berkiprah di dunia pendidikan dengan penuh panggilan melahirkan generasi masa depan yang pintar sekaligus berkarakter.

Rani Pardini (2009), menyebutkan 3 model guru berdasarkan tingkatan kualitasnya, ocupacional, profesional dan vocasional. Ocupacional adalah sosok guru yang menjalani profesi guru sekedarnya saja, tanpa kepedulian lebih memperhatikan anak-anak asuhnya. Guru seperti ini yang paling penting bahan ajar tersampaikan, hak diterima, perkara anak paham atau tidak, berubah atau tidak, tidak menjadi persoalannya. Guru profesional adalah guru yang memiliki tanggung jawab lebih, memenuhi kualifikasi undang-undang dan syarat kompetensi guru sesuai dengan regulasi yang berlaku. Ketiga guru vocasional adalah guru yang menjalani profesinya sebagai sebuah panggilan (calling), sehingga menjalani tugasnya dengan penuh antusiasme, pasion, komitmen dan terus mengembangkan diri serta profesinya.

Meminjam istilah Reza M. Syarif, tentang eksistensi manusia dilihat dari keberadaan dan prestasinya (performance), seorang guru terbagi dalam 5 model,

1. Guru yang apa adanya.
Guru model ini, mengajar hanya sekedar gugur kewajiban, tidak peduli dengan keadaan anak diluar kelas atau masalah-masalah di rumahnya. Guru yang apa adanya, guru yang menjalankan tugasnya hanya sebatas formalitas.

2. Guru yang tidak ada apa-apanya.
Guru seperti ini sama sekali tidak memiliki gairah untuk menjadikan siswa pintar apalagi berkarakter. Ilmu yang diperolehnya tidak pernah di upgrade, padahal perubahan terjadi setiap saat, mereka tidak tertarik terhadap berbagai perkembangan yang terjadi di sekitarnya terutama yang berhubungan dengan dunia pendidikan.

3. Sosok guru yang adanya, ada-ada saja.
Guru model ini lebih banyak kesan negatifnya daripada positifnya, tidak banyak berharap dari guru model ini beruntung tidak banyak guru seperti ini, hanya kasuistis, tetapi sangat perlu diwaspadai karena bisa mencoreng dan menghancurkan dunia pendidikan. Guru yang ada-ada saja lebih banyak usil dibanding usulnya dalam perkembangan pendidikan.

4. Guru yang ada lebihnya.
Model guru seperti ini, sosok guru yang sadar akan tugas pokok dan fungsinya (TUPOKSI) sebagai guru. Guru yang ada lebihnya adalah guru yang tertarik untuk terus peduli pada perkembangan anak didiknya, profesinya. Kondisi dan tantangan yang berkembang dan prestasi baik diri dari siswanya, bagi guru kelompok ini selalu tertarik terhadap perkembangan-perkembangan baru di dunia pendidikan dan perubahan yang lainnya yang berkaitan dengan aspek pendidikan.

5. Guru yang adanya tidak sekedar ada.
Sosok guru inilah sosok yang super. Guru super ini, guru yang sangat sadar pada eksistensinya, potensinya, profesinya, situasi dan kondisinya, visi dan misinya, obsesinya serta efektifitas aksinya. Guru model ini, menjadikan profesi guru sebagai panggilan diri yang dijalaninya dengan penuh komitmen dan dedikasi.

Dengan adanya sertifikasi, tidak otomatis meningkat kualitas guru dan mutu pendidikannya, karena terkadang kembali pada status quo dan “model lama”. Banyak kasus sertifikasi guru yang hanya sekedar mengajar tunjangan sertifikasi dari subtansi pengembangan profesi dan prestasinya.

Pada hemat penulis, untuk menjadi guru super maka yang harus dibangun adalah minimal 7 aspek, yang penulis sebut dengan model 7 M.

1. Mind Set atau pola pikir seorang guru super harus memiliki pola pikir yang benar dalam menjalankan profesinya. Tidak hanya sekedar pertimbangan finansial tetapi betul-betul sebagai panggilan dan kepedulian untuk membantu mengembangkan potensi anak didik dan mengembangkan kualitas pendidikan.

2. Mentalitas atau sikap mental, menjadi guru super luar biasa sangat ditentukan dengan sikap mental positif, proaktif, progresif, dan prestatif.

3. Motivasi, guru super memiliki motivasi yang super untuk membangun karakter anak dan dunia pendidikan. Bagi seorang guru harus selalu memiliki motivasi internal yang sangat kuat untuk terus berupaya mengembangkan dirinya yang berdampak pada kemajuan anak didiknya.

4. Manajemen, seorang guru super mampu memanaj diri dan sumber daya lainnya dalam mengembangkan pembelajaran sehingga mampu melahirkan kreatifitas dan inovasi pendidikan.

5. Moralitas, seorang guru mutlak memiliki etika moral yang patut menjadi teladan bagi teman sejawat dan murid-murinya. Moralitas merupakan sesuatu yang harus ada (conditio sine quanon) bagi seorang guru super.

6. Metode, seorang guru hendaknya menguasai berbagai metode pembelajaran yang variatif sehingga tidak monoton dan menjenuhkan anak dalam belajar.

7. Moving atau tindakan efektif, untuk menjadi guru super harus mampu bertindak efektif baik pada tahap persiapan, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi hasil belajar. Dari sekian aspek semuanya akan bernuansa pada mind set (pola pikir) seorang guru, untuk menjadikan dirinya sebagai seorang guru super yang mampu melahirkan anak didiknya tidak sekedar pintar tapi memiliki karakter. Kehadiran seorang guru harus sebanyak-banyaknya bermakna, bermanfaat dan maksimal dalam upaya membangun potensi anak menjadi dirinya sendiri yang mampu membangun dan menemukan jatidirinya.

Seorang guru super yang berdampak pada upaya membangun karakter siswa paling tidak harus memiliki sembilan karakter (9 S) yaitu :

- Sayang, Sabar, Santun, Siap, Senyum, Sungguh –Sungguh, Senang, Strategi, dan Sukses.

Semoga guru-guru sebagai pahlawan yang banyak jasa dan banyak pahala, sebagai guru super mampu segera memulihkan kondisi pendidikan dan bangsa yang multi krisis ini, bangkit siap bersaing dengan bangsa-bangsa lainnya didunia terutama di era ACFTA ini dan menyongsong WTO 2010.

Sumber :
Drs. Rustana Adhi

05 November 2009

DAFTAR PASSING GRADE SMK NEGERI DI KOTA BANDUNG TAHUN 2010

Berikut adalah Daftar Passing Grade SMA Negeri di Kota Bandung Tahun 2010 berdasarkan hasil proses data : 05 Jul 2010 23:40 bersumber dari http://ppdbkotabandung.com


Selengkapnya…. [ Download ]

DAFTAR PASSING GRADE SMP NEGERI DI KOTA BANDUNG TAHUN 2010

Berikut adalah Daftar Passing Grade SMP Negeri di Kota Bandung Tahun 2010 berdasarkan hasil proses data : 05 Jul 2010 23:40 bersumber dari http://ppdbkotabandung.com


Selengkapnya…. [ Download ]

DAFTAR PASSING GRADE SMA NEGERI DI KOTA BANDUNG TAHUN 2010

Berikut adalah Daftar Passing Grade SMA Negeri di Kota Bandung Tahun 2010 berdasarkan hasil proses data : 05 Jul 2010 23:40 bersumber dari http://ppdbkotabandung.com


Selengkapnya…. [ Download ]

Puisi Jenderal Douglas Mac Arthur : Doa Seorang Ayah

[ Download ]

Doa untuk Putraku

Tuhanku...

Bentuklah puteraku menjadi manusia yang cukup kuat untuk mengetahui kelemahannya.
Dan, berani menghadapi dirinya sendiri saat dalam ketakutan.
Manusia yang bangga dan tabah dalam kekalahan.
Tetap Jujur dan rendah hati dalam kemenangan.

Bentuklah puteraku menjadi manusia yang berhasrat mewujudkan cita-citanya
dan tidak hanya tenggelam dalam angan-angannya saja.
Seorang Putera yang sadar bahwa
mengenal Engkau dan dirinya sendiri adalah landasan segala ilmu pengetahuan.

Tuhanku...
Aku mohon, janganlah pimpin puteraku di jalan yang mudah dan lunak.
Namun, tuntunlah dia di jalan yang penuh hambatan dan godaan, kesulitan dan tantangan.

Biarkan puteraku belajar untuk tetap berdiri di tengah badai dan senantiasa belajar
untuk mengasihi mereka yang tidak berdaya.

Ajarilah dia berhati tulus dan bercita-cita tinggi,
sanggup memimpin dirinya sendiri,
sebelum mempunyai kesempatan untuk memimpin orang lain.

Berikanlah hamba seorang putra
yang mengerti makna tawa ceria
tanpa melupakan makna tangis duka.

Putera yang berhasrat
Untuk menggapai masa depan yang cerah
namun tak pernah melupakan masa lampau.

Dan, setelah semua menjadi miliknya...
Berikan dia cukup Kejenakaan
sehingga ia dapat bersikap sungguh-sungguh
namun tetap mampu menikmati hidupnya.

Tuhanku...

Berilah ia kerendahan hati...
Agar ia ingat akan kesederhanaan dan keagungan yang hakiki...
Pada sumber kearifan, kelemahlembutan, dan kekuatan yang sempurna...
Dan, pada akhirnya bila semua itu terwujud,
hamba, ayahnya, dengan berani berkata "hidupku tidaklah sia-sia"

[ Download ]

04 November 2009

AGAMA, KEBERAGAMAN DAN SIKAP (PERILAKU) BERAGAMA

[ Download ]

Latar Belakang Pemikiran• Krisis multidimensi masyarakat, bangsa dau umat Islam Indonesia
• Krisis nilai, moral (keberagamaan) sebagai masalah yang mendasar (akar)
• Realitas kehidupan masarakat / bangsa Indonesia yang tidak terintegrasi (hipokrat)
• Dominasi kebiasaan (kultural) terhadap ketidakberdayaan personal & komunal (pribadi & institusi)

Tujuan Pembahasan• Sebagai bahan instrospeksi (muhasabah) diri
• Bahan refleksi (pemikiran ulang)
• Membangun daya kritis diri & masyarakat
• Evaluasi, sharing informasi dan perbaikan diri

Landasan
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam seluruhnya dan janganlah kamu menuruti langkah-langkah syaitan sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu” (Al-Baqarah : 208)
Agama adalah akal tidak beragama bagi yang tidak berakal (Hadits)
Islam itu tinggi dan tidak ada ajaran agama (sistem nilai) yang mampu mengungguli Al Islam (Hadits)

Pengertian Agama
Sansekerta
A = tidak
Gama = kacau
Agama = tidak kacau

Islam
Dien  Bahasa Arab artinya ketaatan dan balasan
Secara teknis Dien berarti Iman kepada Pencipta manusia dan alam semesta serta hukum-hukum yang sesuai dengan keimanan tersebut (Misbah Yazdi)

Keberagamaan
Asal muasal seseorang memeluk (menganut) agama atau suatu keyakinan :
Turunan
Tuntunan
Lingkungan

Agama (antropologis)
Samawi / wahyu
Ardhi / ro’yu

Faktor penyebab
• Prinsip hidup / nilai orang tua (Hadits)
• Pengasuhan
• Pendidikan
• Pergaulan
• Pribadi (pemikiran)
• Pengaruh syaitan
• Persepsi diri (+) / (-)
• Petunjuk (hidayah)

Upaya• Diri : pikiran terbuka
• Belajar terus
• Pergaulan positif

Keluarga :
• Bimbingan
• Dialog
• Perhatian
• Contoh

Institusi (masyarakat) :
• Pengarahan
• Pengkondisian
• Pendidikan
• Pemantauan

Sumber :
*) Drs. Rustana Adhi (Guru SMP PGII 1 Bandung)


Silahkan Download artikel di atas!

ADKUDAG (Administrasi Keuangan dan Perdagangan)

[ Download ]

Adkudag singkatan dari Administrasi Keuangan dan Perdagangan merupakan baterai tes bakat yang dirancang untuk inteligensi tingkat pendidikan minimal SMA karena dibuat untuk perekrutan karyawan di Dept. Keuangan dan Dept. Perdagangan.

Deskripsi Jabatan:Dept Keuangan : Melakukan tugas-tugas dalam proses pengembangan keuangan negara bagi perencanaan pembangunan dalam upaya perwujudan renstra, visi, dan misi negara
Dept. Perdagangan : Melakukan tugas-tugas dalam proses perdagangan aktif sebagai upaya pengembangan dan pengenalan produk dalam negri kepada dunia perdagangan bebas sehingga dapat mewujudkan renstra, visi, dan misi negara.

Kompetensi utama yang dibutuhkan dalam perekrutan kedua Departemen adalah:- Kemampuan mengambil keputusan
- Fleksibilitas berpikir
- Numerical reasoning
- Konsentrasi
- Ketelitian
- Analisa sintesa
- Logika berpikir

Deskripsi Tes:
Adkudag I

- Kemampuan bahasa
- kemampuan mengambil keputusan
- kemampuan berpikir fleksibel
- ketelitian
- konsentrasi
- daya tahan
- kemampuan menyesuaikan diri

Adkudag II dan III- Kemampuan berhitung
- Konsentrasi
- Ketelitian
- daya tahan
- kemampuan analisa sintesa

Adkudag IV- Memiliki keluasan pengetahuan
- kemampuan analisa
- judgement
- logika berpikir

INSTRUKSI

Pendahuluan
(Gunakan kata-kata pendahuluan dan perkenalan seperti dalam Psikodiagnostik I).

ADKUDAG I
Pada tes ini terdapat 150 pasang kata (tunjukkan/balik lembar per lembar dan beritahu pada testee mana ke-150 pasang kata tersebut). Tugas Saudara adalah mencari mana dari ke-150 pasang kata ini yang memiliki persamaan ataupun perbedaan. Bila terdapat persamaan antara satu kata dengan pasangannya, beri tanda O dan tulis di sini (tunjukkan di mana harus ditulis jawabannya). Tapi bila terdapat perbedaan antara satu kata dengan pasangannya, beri tanda X. Apakah ada pertanyaan? Bila tidak ada, mari kita mulai!

ADKUDAG II
Pada tes ini terdapat soal hitungan sederhana. Ada soal penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Tugas Saudara kali ini adalah menghitung dan mencari jawabannya. Beri tanda silang pada jawaban yang benar, seperti ini (tunjukkan dan beri tahu bagaimana harus memperbaiki kesalahan serta tempat menghitung). Apakah ada pertanyaan? Bila tidak ada, mari kita mulai!

ADKUDAG III
Pada tes ini terdapat soal hitungan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Tugas Saudara kali ini pun adalah menghitung. Tuliskan jawaban Saudara di sini (tunjukkan tempat menuliskan jawaban). Apakah ada pertanyaan? Bila tidak ada, mari kita mulai!

ADKUDAG IV
Pada tes ini terdapat 40 uraian anggaran (tunjukkan mana ke-40 soal tersebut). Pada bagian ini (bagian atas) terdapat delapan kelompok anggaran, a, b, c, d, e, f, g, dan h. Tugas saudara adalah mengelompokkan ke-40 uraian tersebut ke dalam delapan kelompok anggaran. Jawaban Saudara diletakkan di sini (tunjukkan) dalam bentuk hurufnya saja dengan jelas (arti jelas di sini misalnya penulisan huruf a dan d harus dibedakan agar tidak keliru membacanya). Apakah ada pertanyaan? Bila tidak ada, mari kita mulai!

[ Download ]

30 September 2009

SPIRITUALISASI PENDIDIKAN / PEMBELAJARAN

[ Download ]

Kita semua patut prihatin, dengan mencermati kehidupan saat ini, dengan tingkat kriminalitas yang semakin meningkat baik kualitas maupun kuantitas, gaya hidup konsumerisme dan hedonisme, sikap hidup ingin serba instan, meterialisme, dan lain-lain. Jika kecenderungan kehidupan seperti tersebut dibiarkan maka tidak mustahil cepat-lambat bangsa ini akan jauh tertinggal bahkan jatuh ke jurang kehancuran.

Kehidupan kita saat ini adalah cerminan dari kondisi sebelumnya atau masa lalu. Dan kehidupan saat ini akan mewarnai kondisi kehidupan di masa depan. Pendidikan dan pembudayaan merupakan hal yang sangat penting dalam proses pemaknaan dan pewarnaan kehidupan manusia, baik pribadi maupun kelompok.
Keadaan kehidupan kita saat ini merupakan cerminan dari preoses pendidikan yang dijalankan sebelumnya. Kita bisa melihat bagaimana bangsa-bangsa yang maju pada saat ini, mereka telah menginvestasikan pendidikan yang bermutu sebelumnya. Penyelenggaaan pendidikan tidak bisa main-main, sambilan atau setengah hati, karena pendidikan seorang atau suatu bangsa akan sangat berperan bagi kemajuan kehidupan di masa yang akan datang.

Saat ini kita masih belum puas dengan sistem dan model pendidikan ,yang tengah berjalan , yang dinilai masih parsial, apa adanya, belum maksimal, belum mampu menjawab tantangan jaman dan belum mampu membentuk esensi pendidikan, yaitu membangun dan membentuk peserta didik yang berkarakter unggul serta menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan spriritual.

Pendidikan kita saat ini hanya sibuk dengan pengembangan otak sebelah kiri, parisal, dan hanya melahirkan pribadi yang terpecah (split personality). Sejatinya penedidikan harus mampu membangun sumber daya insani yang utuh (holistik), terpadu (integrated), mampu mengembangkan dengan seimbang seluruh potensi yang dimiilikinya antara potensi akal, emosi, badan, dan ruhani. Hasil pendidikan menunjukkan dari sekian potensi yang ada, potensi spiritual merupakan dasar dan inti kehidupan manusia. Seorang filosof bernama Tierde Cardin menyebutkan bahwa manusia bukanlah makhluk dunia yang mengalami kehidupan akhirat (spiritual). Namun manusia adalah makhluk spiritual yang mengalami kehidupan dunia. Ungkapan ini mengandung makna yang sangat dalam dan menarik untuk dicermati, bahwa dimensi spiritual pada manusia sangatlah penting (urgen) untuk diperhatikan.

Pendidikan berbasis spiritual
Kehidupan di dunia ini bukanlah tujuan tetapi hanyalah sementara, dan akan terus maju menuju alam keabadian alam akhirat. Konsep dan gagasan seperti itu penting untuk dipahamkan kepada siswa sehingga mampu memahami dan memaknai kehidupan dengan benar. Untuk itu , teori dan praksis pendidikan yang saat ini dijalankan harus berbasis dan berorientasi nilai-nilai spiritual. Dengan tidak menafikan perjuangan kehidupan di dunia ini, pendidikan berbasis spiritual merupakan ruh atau jiwanya dari keseluruhan proses pendidikan dan kehidupan siswa.

Pendidikan berbasis spiritual harus mampu menyentuh sisi paling dalam peserta didik yaitu hati atau kalbunya, sehingga peserta didik tahu dan sadar bahwa dirinya diciptakan Allah, lahir ke dunia dengan tugas ibadah, mampu hidup bersyukur, menyayangi sesama manusia dan makhluk lainnya karena Allah semata, taat dan rajin beribadah, peduli pada sesama, hormat pada orangtua maupun guru. Jika nilai-nilai spiritual tertanam di dalam lubuk sanubari para siswa, niscaya kehidupan anak akan senantiasa diwarnai dengan sikap positif, proaktif, produktif, progressif, partisipatif ,dan last but not least , memiliki sikap rendah hati , tawadhu serta taqwa .

Tahapan pendidikan spiritual
Untuk membangun model pendidikan dan pembelajaran berbasis spiritual, tahap-tahap yang harus diikutinya meliputi pertama, adalah pemaknaan pada tahap ini peserta didik sesuai dengan tingkat perkembangan usianya, harus mengetahui dan memahami tentang makna (arti) belajar dan pendidikan, mengapa belajar itu penting, untuk apa dan karena siapa. Pada tahap ini peran nilai-nilai karena tujuan pendidikan harus sejalan dan sejalin dengan tujuan hidup umat manusia. Anak harus paham bahwa sekolah atau pendidikan harus dimaknai dan diniat ibadah kepada Sang Maha pencipta, Allah Swt. Kedua, membangun dan menanamkan motivasi yang kuat yang bersumber dari nilai-nilai spiritual tadi. Bahwa niatnya ibadah, tujuannya ridha Allah orientasinya pahala akhirat. Ketiga, membangun sikap positif. Sikap dalam belajar dan hidup merupakan hal yang sangat penting. Sikap positif, optimisme, penuh syukur, sabar, tawakal niscaya akan membentuk pribadi atau karakter yang unggul, pantang menyerah. Keempat, menembangkan kemampuan (skill), keterampilan dan hidup, baik yang bersifat umum atau khusus sangatlah penting. Setiap anak harus mampu memahami segala fenomena kehidupan dengan kecakapan yang dimilikinya, kecakapan berfikir, komunikasi, menggali informasi, hidup bersama dengan yang lain dan sebagainya. Kelima, membangun wawasan/ pengetahuan.

Dengan semakin bertambah usia, bertambah pula wawasan dan pengetahuannya, sehingga semakin dalam pula penganalan dan kecintaannya terhadap Sang Pencipta. Melalui pengatahuan yang terus berkembang diharapkan anak semakin paham dan sadar tentang fenomena kehidupan. Keenam, pembiasaan, pembudayaan atau latihan. Manusia adalah apa yang sering dilakukannya secara berulang-ulang. Pembiasaan atau pembudayaan sangatlah penting bagi manusia atau belajar. Hal-hal yang benar, baik, dan bagus harus dibiasakan dan dibudayakan sehingga lambat laun menjadi kepribadian atau karakter. Dalam agama yang namanya peribadahan dilaksanakan berulang-ulang – dibiasakan. Menurut Stephen R. Covey dalam bukunya “Tujuh Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif”, manusia dapat meraih keberhasilan dalam hidup dengan memiliki dan terus mengembangkan kebiasaan-kebiasaan yang efektif atau bagus.
Ketujuh, prestasi atau performa. Hasil positif akan mendorong motivasi dan prestasi baru. Untuk meraih prestasi optimal peserta didik harus berawal dari pemaknaan yang benar.

Hasil pendidikan spiritual
Terdapat minimal 10 hal yang sescara integratif dan berkesinambungan harus didapatkan siswa selama mereka belajar atau mengenyam pendidikan di sekolah. 1) Pahala, 2)Pengampunan, 3)Pengalaman positif dan konstruktif, 4) Penghargaan, 5) Persahabatan yang semakin akrab, 6) Pengetahuan yang luas, 7) Pendidikan (sikap), 8) Pemahaman baru (insight), 9) Prestasi terbaik, 10) Penghasilan. Kesepuluh hal tersebut nyata dan riil harus didapatkan peserta didik dalam jenjang dan tingkat pendidikan apapun, dan semuanya merupakan integrasi dari dimensi duniawiyah dengan ukhrowiyah. Para siswa harus paham dan yakin bahwa mereka akhirnya akan memperoleh dua rapor, yaitu rapor atau nilai di dunia ini dan rapor atau nilai di akhirat nanti. Keduanya mutlak harus dipahami diperjuangkan dan tentu saja diraih.

*) penulis praktisi pendidikan
Litbang SMP PGII I – YP PGII
Guru SMP PGII 1 Bandung
Direktur Multi Power dan Mindset

[ Download ]

================================================================================

Miliki Usaha di Internet dengan mudah! Peluang Penghasilan sekaligus Tambahan Uang Saku !



PANCASILA SEBAGAI SUMBER ETIKA DAN IDEOLOGI TERBUKA

[ DOWNLOAD ]

I.PANCASILA SEBAGAI SUMBER ETIKA
A. Pengertian EtikaEtika adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang prinsip-prinsip yang mendasar tentang pandangan moralitas.

Etika merupakan cabang falsafah dan sekaligus merupakan suatu cabang dari ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora). Sebagai cabang falsafah ia membahas sistem-sistem pemikiran yang mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Sebagai cabang ilmu ia membahas bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu.

B.Pembagian Etika Sebagai Ilmu
Etika sebagai ilmu dibagi dua, yaitu etika umum dan etika khusus.

Etika umum membahas prinsip-prinsip umum yang berlaku bagi setiap tindakan manusia. Dalam falsafah Barat dan Timur, seperti di Cina dan , seperti dalam Islam, aliran-aliran pemikiran etika beranekaragam. Tetapi pada prinsipnya membicarakan asas-asas dari tindakan dan perbuatan manusia, serta sistem nilai apa yang terkandung di dalamnya.

Etika khusus dibagi menjadi dua yaitu etika individual dan etika sosial.Etika indvidual membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan kepercayaan agama yang dianutnya serta panggilan nuraninya, kewajibannya dan tanggungjawabnya terhadap Tuhannya.

Etika sosial di lain hal membahas kewajiban serta norma-norma social yang seharusnya dipatuhi dalam hubungan sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara. Etika sosial meliputi cabang-cabang etika yang lebih khusus lagi seperti etika keluarga, etika profesi, etika bisnis, etika lingkungan, etika pendidikan, etika kedokteran, etika jurnalistik, etika seksual dan etika politik.

Etika politik sebagai cabang dari etika sosial dengan demikian membahas kewajiban dan norma-norma dalam kehidupan politik, yaitu bagaimana seseorang dalam suatu masyarakat kenegaraan (yang menganut sistem politik tertentu) berhubungan secara politik dengan orang atau kelompok masyarakat lain. Dalam melaksanakan hubungan politik itu seseorang harus mengetahui dan memahami norma-norma dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi.

Dan pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Disetiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua “ kemanusian yang adil dan beadab” tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar.

Setiap sila pada dasarnya merupakan azas dan fungsi sendiri-sendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematik. Pancasila adalah suatu kesatuan yang majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan.
Inti dan isi Pancasila adalah manusia monopluralis yang memiliki unsur-unsur susunan kodrat (jasmani –rohani), sifat kodrat (individu-makhluk sosial), kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri, yaitu makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Unsur-unsur hakekat manusia merupakan suatu kesatuan yang bersifat organis dan harmonis, dan setiap unsur memiliki fungsi masing-masing namun saling berhubungan. Pancasila merupakan penjelmaan hakekat manusia monopluralis sebagai kesatuan organis.

C.Hubungan Etika dengan Nilai, Norma dan Moral
Dalam pembentukan sistem etika dikenal namanya nilai, norma dan moral.

• Nilai : Sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek, bukan obyek itu sendiri
• Norma : Aturan tingkah laku yang ideal.
• Moral : Integritas dan martabat pribadi manusia.
• Sedangkan etika sendiri memiliki makna suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan moral.

Nilai, norma dan moral langsung maupun tidak langsung memiliki hubungan yang cukup erat, karena masing-masing akan menentukan etika bangsa ini. Hubungan antaranya dapat diringkas sebagai berikut:
1. Nilai: kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (lahir dan batin).
- Nilai bersifat abstrak hanya dapat dipahami, dipikirkan, dimengerti dan dihayati oleh manusia;
- Nilai berkaitan dengan harapan, cita-cita, keinginan, dan segala sesuatu pertimbangan batiniah manusia.
- Nilai dapat bersifat subyektif bila diberikan olehs ubyek, dan bersifat obyektif bila melekat pada sesuatu yang terlepas dari arti penilaian manusia
2. Norma: wujud konkrit dari nilai, yang menuntun sikap dan tingkah laku manusia. Norma hokum merupakan norma yang paling kuat keberlakuannya karena dapat dipaksakan oleh suatu kekuasaan eksternal, misalnya penguasa atau penegak hukum.
3.Nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika
4.Makna mora lyang terkandung dalam kepribadian seseorang akan tercermin pada sikap dan tingkah lakunya. Norma menjadi penuntun sikap dan tingkah laku manusia.
5.Moral dan etika sangat erat hubungannya. Etika adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang prinsip-prinsip moralitas.

Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak usaha untuk menggolong-golongkan nilai tersebut dan penggolongan tersebut amat beranekaragam, tergantung pada sudut pandang dalam rangka penggolongan tersebut. Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu:
1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia.
2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3) Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohanimanusia nilai kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam yaitu :
a) Nilai kebenaran
b) Nilai keindahan
c) Nilai kebaikan
d) Nilai religius

D.Pancasila sebagai Sumber EtikaPancasila adalah sumber sumber nilai, maka nilai dasar Pancasila dapat dijadikan sebagai sumber pembentukan norma etik (norma moral) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai pancasila adalah nilai moral. Oleh karena itu, nilai pancasila juga dapat diwujudkan kedalam norma-norma moral (etik). Norma-norma etik tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Bangsa Indonesia saat ini sudah berhasil merumuskan norma-norma etik sebagai pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku. Norma-norma etik tersebut bersumber pada pancasila sebagai nilai budaya bangsa. Rumusan norma etik tersebut tercantum dalam ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, Bernegara, dan Bermasyarakat. TAP MPR tersebut merupakan penjabaran nilai-nilai pancasila sebagai pedoman dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku yang merupakan cerminan dari nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan yang sudah mengakar dalam kehidupan bermasyarakat

Rumusan tentang Etika Kehidupan Berbangsa ini disusun dengan maksud untuk membantu memberikan penyadaran tentang arti penting tegaknya etika dan moral dalam kehidupan berbangsa. Pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportifitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa.

E.Pancasila Sebagai Nilai Dasar Fundamental Bagi Indonesia
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 menyatakan: Pancasila seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 45 merupakan sumber hukum yang berlaku di negara RI dan karena itu secara obyektif ia merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum, serta cia-cita moral yang luhur yang meliputi suasana kejiwaan bangsa . Sebagai dasar pandangan hidup bernegara dan sistem nilai kemasyarakatan, Pancasila mengandung 4 pokok pikiran, sebagai berikut:
1. Negara merupakan negara persatuan, yang bhinneka tunggal ika. Persatuan tidak berarti penyeragaman, tetapi mengakui kebhinnekaan yang mengacu pada nilai-nilai universal Ketuhanan, kemanusiaan, rasa keadilan dan seterusnya.
2. Negara Indonenesia didirikan dengan maksud mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat , dan berkewajiban pula mewujudkan kesejahteraan serta mencerdaskan kehidupan bangsa.
3. Negara didirikan di atas asas kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat tidak bisa dibangun hanya berdasarkan demokrasi di bidang politik. Demokrasi harus juga dilaksanakan di bidang ekonomi.
4. Negara didirikan di atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini mengandung arti bahwa negara menjunjung tinggi keberadaan agama-agama yang dianut bangsa .

F.Makna Nilai Setiap Sila Pancasila Dalam Sistem Etika Bangsa Indonesia
Kehadiran pancasila yang memegang peranan penting dalam sistem etika bangsa ini. Adapun makna nilai setiap pancasila telah diringkas penulis sebagai berikut :

Sila ke-1: Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.Nilai-nilai keTuhanan sebagaimana terkandung dalam agama-agama yang dianut bangsa mengandung nilai-nilai yang mengayomi, meliputi dan menjiwai keempat sila yang lain. Segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, termasuk moral penyelenggara negara, politik negara, pemerintahan negara dan peraturan perundang-undangan negera, kebebasan dan hak asasi warga negara harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Demikian pula dengan nilai-nilai etis dalam sila pertama harus mendasari dan menjiwai nilai etis keempat sila yang lain.

Sila ke-2: Kemanusiaan yang adil dan beradab.Sila ini setidak-tidaknya memberi pengakuan bahwa manusia yang hidup di negeri ini dan merupakan warga yang sah di negeri ini diperlakukan secara adil dan beradab oleh penyelenggara negara, termasuk hak dan kebebasannya beragama. Kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung nilai bahwa suatu tindakan yang berhubungan dengan kehidupan bernagara dan bermasyarakat didasarkan atas sikap moral, kebajikan dan hasrat menjunjung tinggi martabat manusia, serta sejalan dengan norma-norma agama dan social yang teah berkembang dalam masyarakat sebelum munculnya negara. Ia juga mencakup perlindungan dan penghargaan terhadap budaya dan kebudayaan yang dikembangkan bangsa yang beragam etnik dan golongan.

Sila ke-3: Persatuan IndonesiaDalam sila ini adalah pemersatu seluruh rakyat Indonesia yang dapat dari berbagai jenis suku, agama dan ras. Disila ketiga ini sangat berpengaruh bagi bangsa Indonesia, karena tanpa adanya pesatuan antara rakyat Indonesia, walaupun Indonesia besar dalam jumlah wilayah dan rakyat semua itu tidak akan berarti tanpa adanya persatuan antara rakyat Indonesia.

Sila ke-4: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan didasari oleh sila Ketuhanan YME, Kemanusiaan yang adil dan beradab, serta Persatuan .
Dalam sila ini terkandung nilai demokrasi:
(1) Adanya kebebasan yang disertai tanggung jawab moral terhadap masyarakat, kemanusiaan dan Tuhan
(2) Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
(3) Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama.
(4) Mengakui perbedaan pandangan dan kepercayaan dari setiap individu, kelompok, suku dan agama, karena perbedaan merupakan kodrat bawaan manusia.
(5) Mengakui adanya persaamaan yang melekat pada setiap manusia dst.
(6) Mengarahkan perbedaan ke arah koeksistensi dan solidaritas kemanusiaan;
(7) Menjunjung tinggi asas musyawarah dan mufakat.
(8) Mewujudkan dan mendasarkan kehidupan berdasarkan keadilan social.

Sila ke-5: Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat .Keadilan social yang dimaksud harus didasarkan pada empat sila sebelumnya.
Keadilan di sini lantas mencakup tiga bentuk keadilan
(1) Keadilan distributif: menyangkut hubungan negara terhadap warganegara, berarti bahwa negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam membagi kemakmuran, kesejahteraaan penghasilan negara, yang terakhir ini dalam bentuk bantuan, subsidi dan kesempatan untuk hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiban yang setara dan seimbang
(2) Keadilan legal, yaitu keadilan dalam kaitannya dengan hak dan kewajiban warganegara terhadap negara, tercermin dalam bentuk ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam Negara
(3) Keadilan komutatif: yaitu suatu hubungan keadilan antara warga dengan warga lainnya secara timbal balik. Keadilan social tercermin bukan dalam kehidupan social dan pelaksanaan hukum oleh negara, tetapi juga dalam kehidupan ekonomi dan politik, serta lapangan kebudayaan dan pelaksanaan ajaran agama.

G.Etika Kehidupan Bangsa Indonesia
Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang etika Kehidupan Berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat merupakan penjabaran nilai-nilai pancasila sebagai pedoman dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku yang merupakan cerminan dari nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan yang sudah mengakar dalam kehidupan bermasyarakat

Etika kehidupan bangsa Indonesia diuraikan menjadi 6 (enam) etika yaitu :
a. Etika Sosial dan BudayaEtika ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan tolong menolong di antara sesama manusia dan anak bangsa. Senafas dengan itu juga menghidupkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Untuk itu, perlu dihidupkan kembali budaya keteladanan yang harus dimulai dan diperlihatkan contohnya oleh para pemimpin pada setiap tingkat dan lapisan masyarakat.

b. Etika Pemerintahan dan Politik
Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif; menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat; menghargai perbedaan; jujur dalam persaingan; ketersediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar walau datang dari orang per orang ataupun kelompok orang; serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Etika pemerintahan mengamanatkan agar para pejabat memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila dirinya merasa telah melanggar kaidah dan system nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan negara.

c. Etika Ekonomi dan BisnisEtika ekonomi dan bisnis dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi, baik oleh pribadi, institusi maupun pengambil keputusan dalam bidang ekonomi, dapat melahirkan kiondisi dan realitas ekonomi yang bercirikan persaingan yang jujur,berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan bersaing, serta terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi rakyat melalui usaha-usaha bersama secara berkesinambungan. Hal itu bertujuan menghindarkan terjadinya praktik-praktik monopoli, oligopoli, kebijakan ekonomi yang bernuansa KKN ataupun rasial yang berdampak negatif terhadap efisiensi, persaingan sehat, dan keadilan; serta menghindarkan perilaku menghalalkan segala cara dalam memperoleh keuntungan.

d. Etika Penegakan Hukum yang BerkeadilanEtika penegakan hukum dan berkeadilan dimaksudkan untuk menumbuhkan keasadaran bahwa tertib sosial, ketenangan, dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang ada. Keseluruhan aturan hukum yang menjamin tegaknya supremasi hukum sejalan dengan menuju kepada pemenuha rasa keadilan yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat.

e. Etika Keilmuan dan Disiplin KehidupanEtika keilmuan diwujudkan dengan menjunjung tingghi nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu berpikir rasional, kritis, logis dan objektif. Etika ini etika ini ditampilkan secara pribadi dan ataupun kolektif dalam perilaku gemar membaca, belajar, meneliti, menulis, membahas, dan kreatif dalam menciptakan karya-karya baru, serta secara bersama-sama menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dengan adanya etika maka nilai-nilai pancasila yang tercermin dalamnorma-norma etik kehidupan berbangsa dan bernegara dapat kita amalkan. Untuk berhasilnya perilaku bersandarkan pada norma-norm aetik kehidupan berbangsa dan bernegara ada beberapa hal yang perlu dilakukan sebagai berikut.

a. Proses penanaman dan pembudayaan etika tersebut hendaknya menggunakan bahasa agama dan bahasa budaya sehingga menyentuh hati nurani dan mengundang simpati dan dukungan seluruh masyarakat. Apabila sanksi moral tidak lagi efektif, langkah-langkah penegakan hukum harus dilakukan secara tegas dan konsisten.
b. Proses penanaman dan pembudayaan etika dilakukan melalui pendekatan komunikatif, dialogis, dan persuasif, tidak melalui pendekatan caraindoktrinasi.
c. Pelaksanaan gerakan nasional etika berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat secara sinergik dan berkesinambungan yang melibatkan seluruh potensi bangsa, pemerintah ataupun masyarakat.
d. Perlu dikembangkan etika-etika profesi, seperti etika profesi hukum, profesi kedokteran, profesi ekonomi, dan profesi politik yang dilandasi oleh pokok-pokok etika ini yang perlu ditaati oleh segenap anggotanya melalui kode etik profesi masing-masing.
e. Mengaitkan pembudayaan etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat sebagai bagian dari sikap keberagaman, yang menempatkan nilai-nilai etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat di samping tanggung jawab kemanusiaan juga sebagai bagian pengabdian pada Tuhan Yang Maha Esa.

e. Etika LingkunganEtika lingkungan diwujudkan dengan menciptakan iklim lingkungan yang kondusif bagi masyarakat dan kelancaran pemerintahan. Etika ini ditampilkan dalam perilaku menjaga dan memelihara lingkungan secara berkesinambungan dan melibatkan seluruh potensi bangsa, pemerintah ataupun masyarakat.

II.PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA
I.Pengertian Ideologi
Ideologi adalah gabungan dari dua kata eidos dan logos yang secara sederhana berarti suatu gagasan yang berdasarkan pemikiran yang sedalam-dalamnya dan merupakan pemikiran filsafat. Dalam arti kata luas atau terbuka istilah ideologi dipergunakan untuk seluruh kelompok cita-cita, nilai-nilai dasar dan keyakinan-keyakinan yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif.

Ideologi juga diartikan sebagai ilmu, doktrin atau teori yang diyakini kebenarannya, yang disusun secara sistematis dan diberi petunjuk pelaksanaannya. Suatu pandangan hidup akan meningkat menjadi falsafah hidup apabila telah mendapat landasan berfikir maupun motivasi yang lebih jelas. Sedangkan kristalisasinya kemudian membentuk suatu ideologi.

II.Pengertian Ideologi TerbukaCiri khas ideologi terbuka ialah bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakatnya sendiri. Dasarnya dari konsensus masyarakat, tidak diciptakan oleh negara, melainkan ditemukan dalam masyarakatnya sendiri. Oleh sebab itu, ideologi terbuka adalah milik dari semua rakyat dan masyarakat dapat menemukan dirinya di dalamnya. Ideologi terbuka bukan hanya dapat dibenarkan melainkan dibutuhkan. Nilai-nilai dasar menurut pandangan negara modern bahwa negara modern hidup dari nilai-nilai dan sikap-sikap dasarnya.
Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika secara internal. Suatu ideologi yang wajar ialah bersumber dan berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafah hidup bangsa. Dengan demikian, ideologi tersebut akan dapat berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kecerdasan kehidupan bangsa. Hal ini adalah suatu prasyarat bagi suatu ideologi. Berbeda halnya dengan ideologi yang diimpor, yang akan bersifat tidak wajar (artifisial) dan sedikit banyak memerlukan pemaksaan oleh sekelompok kecil manusia (minoritas) yang mengimpor ideologi tersebut. Dengan demikian, ideologi tersebut menjadi bersifat tertutup.

III.Ideologi PancasilaPancasila, sebagaimana tercantum dalam Pembukaaan UUD 1945 dalam perjalanan sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia telah mengalami persepsi dan interpretasi sesuai dengan kepentingan zaman, yaitu sesuai dengan kepentingan rezim yang berkuasa. Pancasila telah digunakan sebagai alat untuk memaksa rakyat setia kepada pemerintah yang berkuasa dengan menempatkan

Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat tidak diperbolehkan menggunakan asas lain, walaupun tidak bertentangan dengan Pancasila. Sehingga contohnya secara nyata pada era reformasi ini setelah rezim Soeharto jatuh maka Pancasila ikut jatuh dan tenggelam. Dikarenakan teori politik Pancasila kita tidak sesuai dengan teori politik secara umum. Bahkan sekarang pun (2004) saat Megawati berkuasa tidak ada cahaya sedikit pun dari Pancasila kita.

Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara dari negara kesatuan Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.
Pancasila lahir atas hasil pemikiran para pemimpin dan pejuang bangsa Indonesia terdahulu yang mendalam (pemikiran filsafat) yang memuat cita-cita, nilai-nilai dasar, keyakinan-keyakinan yang dijunjung tinggi yang kemudian dituangkan dalam rumusan ideologi dan setelahnya baru diwujudkan dalam konsep-konsep politik.

Pancasila sebagai ideologi nasional mengandung nilai-nilai budaya bangsa Indonesia, yaitu cara berpikir dan cara kerja perjuangan. Pancasila perlu dipahami dengan latar belakang konstitusi proklamasi atau hukum dasar kehidupan berbangasa, bernegara dan bermasyarakat yaitu Preambule, Batang Tubuh serta Penjelasan UUD 1945.Pancasila sebagai ideologi nasional dapat diartikan sebagai suatu pemikiran yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah, manusia, masyarakat, recht dan negara Indonesia, yang bersumber dari kebudayaan Indonesia.

Pancasila bersifat integralistik, yaitu paham tentang hakikat negara yang dilandasi dengan konsep kehidupan bernegara. Pancasila yang melandasi kehidupan bernegara menurut Dr. Soepomo adalah dalam kerangka negara integralistik, untuk membedakan dari paham-paham yang digunakan oleh pemikir kenegaraan lain.

IV. Pancasila Ideologi TerbukaPancasila berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa, sehingga memenuhi prasyarat sebagai suatu ideologi terbuka. Sekalipun suatu ideologi itu bersifat terbuka, tidak berarti bahwa keterbukaannya adalah sebegitu rupa sehingga dapat memusnahkan atau meniadakan ideologi itu sendiri, yang merupakan suatu yang tidak logis. Suatu ideologi sebagai suatu rangkuman gagasan-gagasan dasar yang terpadu dan bulat tanpa kontradiksi atau saling bertentangan dalam aspek-aspeknya. Pada hakikatnya berupa suatu tata nilai, dimana nilai dapat kita rumuskan sebagai hal ikhwal buruk baiknya sesuatu. Yang dalam hal ini ialah apa yang dicita-citakan.

Sejak berkembangnya pemikiran demokrasi, orang telah mengembangkan keterbukaan di semua aspek kehidupan, lebih-lebih dalam bidang politik. Karakteristik keyakinan politik serta kultur politik modern menuntut adanya “perubahan yang terus menerus” bagi perbaikan hidup manusia. Idealisme kuno yang statis sudah lama ditinggalkan. Modernisme selalu berisi pemikiran-pemikiran untuk terus maju, kemudian disemua aspek hidup itu terus berkembang dalam tamansarinya perdamaian, kebebasan, keadilan, kesejahteraan dan ketentraman, dan menentang serta mengeliminasi semua bentuk kemiskinan, penindasan, kekerasan, kejahatan, penyakit dan ketidak tertiban.

Sila-sila dalam Pancasila bisa tetap sebagai landasan statis, namun dalam menuju nilai tujuan, ideologi Pancasila akan tetap terbuka untuk mencapai sasaran-sasaran yang dinamis. Tuhan sebagai Maha Pencipta alam semesta saja membebaskan manusia untuk merubah dan memperbaiki sikapnya di dunia untuk merubah ni’mat Tuhan kepada posisi yang lebih baik. Maka Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah terbuka bagi pemahaman yang konstruktif untuk mencapai nilai tujuan yang diciptakan bersama.

Sebagai landasan statis, sebagai istilah Bung Karno, maka sila-sila dalam Pancasila pun dapat dibahas terbuka secara ilmiah, seperti yang pernah dikemukakan Prof. Notonegoro dari Universitas Gajah Mada dan pakar-pakar lainnya secara akademik. Namun sila-sila tersebut nyatanya telah teruji secara sejarah akan authentisitasnya bersumber dari rakyat, yang dalam istilah Prof. Beer sebagai “Political Belief”, maka ideologi politik adalah realitas apa adanya (what is), ini berarti tetap terbuka juga untuk penyelidikan ilmiah kapan saja. Pendapat Beer ini kelihatan juga tidak jauh dari pandangan pendekar demokrasi liberal John Locke, ketika mengemukakan prinsip-prinsip ideologis demokrasi liberalnya, bahwa prinsip itu telah menjadi hukum alam yang tetap, namun kapanpun orang bisa berdebat tentang itu. Oleh karena itu, Pancasila sebagai ideologi, baik dilihat dari sandaran “Landasan Statis” maupun sasaran “Leidster dinamis”, akan tetap terbuka bagi pembahasan yang mendalam atau deliberatif. Dalam keterbukaan itu orang tidak perlu menakutkan timbulnya kondisi akan melemahkan posisi maupun eksistensi ideologi bangsa, akan tetapi justru sebaliknya akan menemukan penguatan kondisi maupun eksistensinya, sebab sekali lagi sebagai sebuah kultur yang telah memiliki label political belief, eksistensinya tidak perlu diragukan lagi.

Mungkin perlu sekali lagi kita mendengar pendapat filosuf politik humanitarian Marquis de Condorcet (1743-1794) yang banyak berpengaruh ketika ideologi politik sedang banyak diluncurkan di Europa, bahwa manusia akan tetap selalu menuju kearah “Perfektibilitas”, oleh sebab itu sebuah ideologi politik harus terbuka untuk menuju ke sana. Perfektibilitas harus dicapai melalui perjuangan politik, sedang perjuangan untuk pencapaian usaha perbaikan intellektual, perbaikan moral dan kemampuan fisik, dengan intensifikasi pendidikan di semua lapisan penduduk.

V.Faktor Pendorong Keterbukaan Ideologi PancasilaFaktor yang mendorong pemikiran mengenai keterbukaan ideologi Pancasila adalah sebagai berikut :
a.Kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan dinamika masyarakat yang berkembang secara cepat.
b.Kenyataan menunjukkan, bahwa bangkrutnya ideologi yang tertutup dan beku dikarenakan cenderung meredupkan perkembangan dirinya.
c.Pengalaman sejarah politik kita di masa lampau.
d.Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai dasar Pancasila yang bersifat abadi dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam rangka mencapai tujuan nasional.

Keterbukaan ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunia modern. Kita mengenal ada tiga tingkat nilai, yaitu nilai dasar yang tidak berubah, nilai instrumental sebagai sarana mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah sesuai keadaan dan nilai praktis berupa pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya. Nilai-nilai Pancasila dijabarkan dalam norma-norma dasar Pancasila yang terkandung dan tercermin dalam Pembukaan UUD 1945. Nilai atau norma dasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 ini tidak boleh berubah atau diubah. Karena itu adalah pilihan dan hasil konsensus bangsa yang disebut kaidah pokok dasar negara yang fundamental (Staatsfundamentealnorm). Perwujudan atau pelaksanaan nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai praktis harus tetap mengandung jiwa dan semangat yang sama dengan nilai dasarnya.

Kebenaran pola pikir seperti yang terurai di atas adalah sesuai dengan ideologi yang memiliki tiga dimensi penting yaitu Dimensi Realitas, Dimensi Idealisme dan Dimensi Fleksibilitas.

VI.Batas-Batas Pendorong Keterbukaan Ideologi PancasilaKeterbukaan ideologi Pancasila ada batas-batasnya yang tidak boleh dilanggar, yaitu sebagai berikut :
a.Stabilitas nasional yang dinamis.
b.Larangan terhadap ideologi marxisme, leninisme dan komunisme.
c.Mencegah berkembangnya paham liberal.
d.Larangan terhadap pandangan ekstrim yang mengelisahkan kehidupan masyarakat.
e.Penciptaan norma yang baru harus melalui konsensus.

VII.Positif Keterbukaan Ideologi Pancasila1) Pancasila memiliki potensi menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, kondisi dan dinamika masyarakat Indonesia.
2) Pancasila memiliki kemampuan untuk menjiwai setiap aspek kehidupan bangsa Indonesia.
3)Pancasila memiliki potensi menampung keadaan pluralistik masyarakat Indonesia yang beraneka ragam suku, agama, ras dan antar golongan. Pada Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, menjamin kebebasan untuk beribadah sesuai agama dan keyakinan masing-masing. Kemudian pada Sila Persatuan Indonesia, mampu mengikat keanekaragaman dalam satu kesatuan bangsa dengan tetap menghormati sifat masing-masing sepert apa adanya.
4) Pancasila memberikan jaminan terealisasinya kehidupan yang pluralistik, dengan menjunjung tinggi dan menghargai manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan secara berkeadilan yang disesuaikan dengan kemampuan dan hasil usahanya. Hal ini ditunjukkan dengan Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
5) Pancasila memiliki potensi menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, yang terdiri atas ribuan pulau sesuai dengan Sila Persatuan Indonesia.
6) Pancasila memberikan jaminan berlangsungnya demokrasi dan hak-hak asasi manusia sesuai dengan budaya bangsa. Hal ini, selaras dengan Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
7)Pancasila menjamin terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera sesuai dengan Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat sebagai acuan dalam mencapai tujuan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA1.http://www.wikipedia.com. Diakses pada tanggal 4 November 2008
2.http://www.filsafat.com. Diakses pada tanggal 4 November 2008
3.Wadi, Abdul, Dr., Pancasila dan Indonesia, 2001.
4.http://www.organisasi.org/pancasila Diakses pada tanggal 4 November 2008
5.Wahid, Nur Hidayat, H.M., Dr., Etika Politik, Acara Wisuda Pasca Sarjana, Sarjana, Diploma III, serta Dies Natalis Universitas Nasional ke-57, Jakarta. 2008

[ DOWNLOAD ]

================================================================================
Miliki Usaha di Internet dengan mudah! Peluang Penghasilan sekaligus Tambahan Uang Saku !
Miliki bisnis di internet ! Miliki tambahan uang saku dengan mudah, Tidak harus dimulai dengan modal RUPIAH Segera bergabung. Siapapun Anda ! dimanapun Anda ! Pasti bisa !
http://www.usahaweb.com/idevaffiliate.php?id=14625
Mau Tambah Uang Saku ?

Etika Politik I

[ DOWNLOAD ]

Sebagai insan yang senantiasa beriman dan bertaqwa kepada Allah Subhanawata’ala, Tuhan Yang Maha Kuasa, sudah sepantasnya kita bersama-sama mengucapkan Syukur Alhamdulillah kehadirat Illahi Robbi, karena dengan perkenan-Nya kita semua dapat hadir dalam keadaan sehat wal afiat pada acara wisuda Pasca Sarjana, Sarjana, Diploma III, serta Dies Natalis Universitas Nasional ke-57, saya atas nama pribadi dan selaku Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mengucapkan SELAMAT, saya turut berbahagia.

Bagi sebuah perguruan tinggi, melampaui usia 50 tahun bukanlah usia yang mudah dicapai, serta di tanah air masih sedikit perguruan tinggi yang telah mencapai usia itu. Karena itu jika terdapat sebuah universitas melewati usia lebih dari setengah abad, niscaya hal itu merupakan bukti kemampuan dan kecerdasan pemimpin dan pengelola universitas itu dalam meniti zaman demi zaman dengan berbagai kondisi dan tantangan yang berbeda-beda. Kita semua bersyukur karena Universitas Nasional telah mampu membuktikan keandalannya melewati usia setengah abad ini. Berbagai pengalaman, suka duka, dan pasang surut yang menyertai perjalanan selama 57 tahun tentunya akan mendorong terwujudnya kematangan dan kedewasaan serta kearifan bagi Universitas Nasional.

Semoga Universitas Nasional dapat terus meningkatkan kualitas perannya dalam mengemban amanah Tridharma Perguruan Tinggi; mencetak manusia-manusia Indonesia yang berilmu, berintegritas tinggi, dan berwawasan luas; melakukan penelitian yang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat; dan melakukan pengabdian kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas kesejahteraannya.

Dalam dunia yang berubah dengan cepat di era globalisasi ini diperlukan pengembangan dan pemahaman paradigma baru untuk membangun sumber daya manusia yang unggul. Pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia itu bukan merupakan suatu produk manufaktur, tetapi seperti layaknya pengembangan tanaman yang harus dipilih bibitnya dengan tekun, dipilih tanahnya yang subur, atau kalau perlu dikerjakan tanahnya lebih dulu agar tanamannya bisa tumbuh subur, dan secara telaten harus disiram, dipupuk, dan dijauhkan dari tanaman liar yang bisa mengganggunya. Karena itu, sumber daya manusia harus dikembangkan dengan pemeliharaan sejak dini dengan sebaik-baiknya, dibangkitkan motivasi dan kemauannya untuk maju, dipompa kemampuannya, dan diberikan dorongan yang positif untuk sanggup membangun dan bekerja keras. Mereka harus sadar bahwa hanya dengan bekerja keras mereka berhak mendapatkan tingkatan kesejahteraan untuk masa depan pribadi, anak cucu, dan bangsanya.

Banyak studi empiris dilakukan untuk melihat kaitan antara kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan. Denison (1962), misalnya, menemukan adanya sumbangan yang besar dari peningkatan years of schooling terhadap pertumbuhan Amerika Serikat. Barro (1991) serta Mankiw, Romer, dan Weil (1992) menyatakan bahwa partisipasi pendidikan dan investasi yang cukup besar untuk pendidikan pada tahun 1960-an merupakan faktor yang penting dalam menjelaskan variasi pertumbuhan negara-negara di dunia selama 40 tahun terakhir ini. Mereka memperlihatkan bahwa kualitas sumber daya manusia menyumbang secara cukup berarti bagi pertumbuhan. Sumbangan itu kira-kira sama dengan sumbangan physical capital. Becker (1995) bahkan menunjukkan adanya estimasi bahwa sekitar 80 persen aset dan kekayaan Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya terdiri atas modal manusia.

Dengan pendekatan ini, dapat diterangkan secara jelas apa yang menjadi kunci keberhasilan negara-negara di Asia yang berkembang cepat, dimulai dari Jepang, kemudian Korea, Taiwan, Hongkong, dan Singapura, yang memberikan penekanan besar pada penguatan kualitas sumber daya manusia. Dengan sumber daya alam yang terbatas dan hambatan yang mereka hadapi dalam ekspornya ke Barat, mereka dapat tetap memelihara daya saing dan tingkat pertumbuhan yang menakjubkan.

Pengembangan kualitas sumber daya manusia ini yang paling utama dihasilkan oleh pendidikan. Melalui pendidikan akan menghasilkan insan-insan yang tidak hanya menyandang gelar sarjana, tetapi insan-insan yang bersemangat ilmiah, yang kreatif, yang selalu mencari kesempurnaan (unending search for excellence) dan menghindarkan sikap mediocre. Manusia-manusia yang demikian inilah yang akan menjadi modal pembangunan yang utama, yang akan menjadi andalan masa depan.

Saya menaruh harapan yang besar sekali kepada segenap civitas academica Universitas Nasional untuk tidak sekedar mengalir melalui proses dalam menekuni profesi dan membangun kualitas diri, namun lebih dari itu, kita harus mampu menangkap nuansa baru dari perubahan sosial yang sekaligus disertai dengan arus globalisasi yang sangat cepat tersebut. Kita harus secara dinamis menguasai, bahkan menciptakan masa depan dan tidak mengambil sikap menunggu untuk sekedar menjawab tantangan yang dikeluarkannya. Kita harus menciptakan masa depan kita sendiri. Kita harus mampu mengembangkan ide-ide baru yang segar, yang bisa menangkap “mimpi” dan “cita-cita” masyarakat dengan visi yang jauh ke depan melampaui jamannya.

Pada kesempatan yang baik ini saya mendapat kehormatan untuk menyampaikan Etika Politik di Indonesia. Pilihan topik ini sangat menarik karena kita berada pada tahapan konsolidasi politik setelah melampaui masa transisi politik dengan relatif mulus. Seiring dengan datangnya era reformasi pada pertengahan tahun 1998, Indonesia memasuki masa transisi dari era otoritarian ke era demokrasi. Dalam masa transisi itu, dilakukan perubahan-perubahan yang bersifat fundamental dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk membangun tatanan kehidupan politik baru yang demokratis. Arah baru ini menjadikan Indonesia oleh Freedom House (2003), dimasukkan sebagai salah satu dari dua negara demokrasi baru bersama Nigeria yang paling signifikan yang muncul setelah tahun 1997.

Pada awal masa transisi itu, agar agenda reformasi dapat dilaksanakan secara lebih utuh dan sistematis, dilakukan percepatan pemilu, yang semula direncanakan tahun 2003 dimajukan menjadi tahun 1999. Setelah terbentuk pemerintahan baru hasil Pemilu 1999 berbagai agenda reformasi dijalankan, termasuk salah satu yang terpenting adalah melakukan perubahan UUD 1945.

Desakan kuat bagi adanya perubahan UUD 1945, salah satu latar belakangnya adalah karena konstitusi ini kurang memenuhi aspirasi demokrasi, termasuk dalam meningkatkan kemampuan untuk mewadahi pluralisme dan mengelola konflik yang timbul karenanya. Lemahnya checks and balances antar lembaga negara, antar pusat-daerah, maupun antara negara dan masyarakat, mengakibatkan mudahnya muncul kekuasaan yang sentralistik, yang melahirkan ketidakadilan. Tidak dipungkiri, sentralisme kekuasaan pemerintah di bawah UUD 1945, telah membawa implikasi munculnya ketidakpuasan yang berlarut-larut dan konflik di mana-mana. Konflik tersebut cukup mendasar, karena mengkombinasikan dua elemen yang kuat: faktor identitas berdasarkan perbedaan ras, agama, kultur, bahasa, daerah, dan lain-lain; dengan pandangan ketidakadilan dalam distribusi sumber-sumber daya ekonomi.

Dengan demikian tidaklah mengherankan apabila gagasan perubahan UUD 1945 dengan cepat segera mengambil hati dan pikiran rakyat, serta menjadi agenda pembicaraan berbagai kalangan. Sakralisasi UUD 1945 selama puluhan tahun yang membuat tidak ada yang dapat mengambil sifat kritis terhadap UUD 1945, runtuh seketika.

MPR hasil pemilihan umum 1999 yang diselenggarakan dengan cukup demokratis, menindaklanjuti tuntutan masyarakat yang menghendaki perubahan UUD 1945 dengan melakukan satu rangkaian perubahan konstitusi dalam empat tahapan yang berkesinambungan, sejak Sidang Umum MPR Tahun 1999 sampai dengan Sidang Tahunan MPR 2002. Perubahan konstitusi tersebut dilakukan MPR karena lembaga negara inilah yang berdasarkan UUD 1945 berwenang untuk melakukan perubahan UUD.

Perubahan UUD tersebut dilakukan MPR guna menyempurnakan ketentuan fundamental ketatanegaraan Indonesia sebagai pedoman utama dalam mengisi tuntutan reformasi dan memandu arah perjalanan bangsa dan negara pada masa yang akan datang, dengan harapan dapat berlaku untuk jangka waktu ke depan yang cukup panjang.

Seiring dengan itu, perubahan UUD tersebut juga dimaksudkan untuk meneguhkan arah perjalanan bangsa dan negara Indonesia agar tetap mengacu kepada cita-cita negara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian yang abadi, dan keadilan sosial.

Perubahan UUD 1945 telah mewujudkan konstitusi Indonesia yang memungkinkan terlaksananya penyelenggaraan negara yang modern dan demokratis. Semangat yang diemban dalam perubahan konstitusi tersebut adalah supremasi konstitusi, keharusan dan pentingnya pembatasan kekuasaan, pengaturan hubungan dan kekuasaan antarcabang kekuasaan negara secara lebih tegas, penguatan sistem checks and balances antarcabang kekuasaan, penguatan perlindungan dan penjaminan hak asasi manusia, dan pengaturan hal-hal mendasar di berbagai bidang kehidupan.

Semangat tersebut di atas dapat terlihat dari adanya penegasan yang mengatur pelaksanaan kedaulatan rakyat; pernyataan bahwa Indonesia adalah negara hukum; kesejajaran kedudukan antarlembaga negara sehingga tidak dikenal lagi adanya lembaga tertinggi negara dan tinggi negara tetapi setiap lembaga negara melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai UUD 1945; pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden hanya maksimal dua kali masa jabatan; seluruh anggota lembaga perwakilan dipilih dan tidak ada lagi yang diangkat; pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat; kekuasaan membentuk undang-undang di tangan lembaga legislatif; pembentukan lembaga perwakilan baru Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang memperkuat posisi daerah dalam sistem ketatanegaraan kita; dan pembentukan lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman baru Mahkamah Konstitusi (MK).

Selain itu juga dimuat ketentuan mengenai pemilihan umum setiap lima tahun dan diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri; pengaturan mengenai wilayah negara; ketentuan mengenai hak asasi manusia yang sangat rinci, dan pengaturan hal-hal mendasar berbagai bidang kehidupan seperti ekonomi, pendidikan, pertahanan dan keamanan, ilmu pengetahuan, kesejahteraan sosial, kebudayaan, dan lain-lain.

Berbagai perubahan mendasar tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan penerbitan berbagai undang-undang organik serta peraturan di bawahnya. Kesemuanya diarahkan untuk mewadahi proses transisi ke demokrasi, khususnya sebagai pedoman dalam menyelenggarakan Pemilu 2004 yang diharapkan menjadi batas akhir masa transisi dan mulai dimasukinya era baru bagi bangsa Indonesia, yaitu era konsolidasi demokrasi.

Pemilu 2004 yang diharapkan menjadi “jembatan emas” berakhirnya masa transisi dan mulai dimasukinya era konsolidasi demokrasi telah berlangsung secara damai dan demokratis. Pemilu yang berjalan lancar dan tertib serta demokratis tersebut serta berlangsung tanpa gejolak, kekerasan, apalagi pertumpahan darah merupakan prestasi luar biasa bagi bangsa Indonesia.

Tidak sedikit para pengamat menilai, jika ditinjau dari pemilih yang secara langsung dapat memilih kandidat Presiden dan Wakil Presiden yang disukainya, sistem Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia dapat dipandang lebih maju dan setingkat lebih tinggi bobotnya dibanding Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di AS, karena pemilih di AS tidak dapat langsung memilih kandidat yang diinginkannya. Mereka hanya memilih electoral collage, baru hasil electoral collage itu menentukan siapa kandidat yang menang di suatu distrik pemilihan dengan sistem “pemenang mengambil semua suara”. Sistem ini di AS makin banyak dikritik karena rumit dan sering tidak mencerminkan kehendak mayoritas pemilih. Hal itu dapat dilihat pada Pemilu 2000 di mana George W. Bush menang karena lebih banyak meraih suara electoral collage, padahal jumlah suara pemilihnya (popular vote) lebih sedikit dibanding Al Gore.

Pemilu 2004 telah menghasilkan pasangan Presiden dan Wakil Presiden, DPR, dan DPD untuk periode lima tahun ke depan. Lembaga-lembaga negara lainnya juga telah berjalan, yaitu MPR, BPK, MA, dan MK. Lembaga-lembaga negara tersebut kini telah bekerja melaksanakan tugas konstitusionalnya sebagaimana diatur dalam UUD 1945 yang telah disempurnakan. Seiring dengan itu UUD 1945 yang telah disempurnakan telah dijalankan oleh penyelenggara negara sesuai ruang lingkup tugas dan wewenangnya.

Pada titik inilah dapat dikatakan bahwa masa transisi telah berakhir dan Indonesia memasuki era baru, yakni dimulainya era konsolidasi demokrasi. Larry Diamond (1999) menjelaskan, masa transisi adalah titik awal atau interval (selang waktu) antara rezim otoritarian dengan rezim demokratis. Transisi dimulai dari keruntuhan rezim otoritarian lama yang kemudian diikuti atau berakhir dengan pengesahan lembaga-lembaga politik dan aturan politik baru di bawah payung demokrasi. Adapun konsolidasi demokrasi mencakup peningkatan secara prinsipil komitmen seluruh elemen masyarakat pada aturan main demokrasi. Konsolidasi juga dipahami sebagai proses panjang yang mengurangi kemungkinan pembalikan (reversal) demokratisasi, mencegah erosi demokrasi, menghindari keruntuhan demokrasi, yang diteruskan dengan melengkapi demokrasi, pendalaman demokrasi dan mengorganisir demokrasi secara berkelanjutan. Pada akhirnya proses konsolidasi akan membuahkan pemantapan sistem demokrasi secara operasional dan memperoleh kredibilitas di hadapan masyarakat dan negara.

Huntington memperingatkan bahwa tahun-tahun pertama berjalannya masa kekuasaan pemerintahan demokratis yang baru, umumnya akan ditandai dengan bagi-bagi kekuasaan di antara koalisi yang menghasilkan transisi demokrasi tersebut, penurunan efektifitas kepemimpinan dalam pemerintahan yang baru sedangkan dalam pelaksanaan demokrasi itu sendiri belum akan mampu menawarkan solusi mendasar terhadap berbagai permasalahan sosial dan ekonomi di negara yang bersangkutan. Tantangan bagi konsolidasi demokrasi adalah bagaimana menyelesaikan masalah-masalah tersebut dan tidak justru hanyut oleh permasalahan-permasalahan itu.

Dahl (1997) memperkuat gagasan bahwa konsolidasi demokrasi menuntut etika politik yang kuat yang memberikan kematangan emosional dan dukungan yang rasional untuk menerapkan prosedur-prosedur demokrasi. Ia melandaskan penekanannya pada pentingnya etika politik pada asumsi bahwa semua sistem politik termasuk sistem demokrasi, cepat atau lambat akan menghadapi krisis, dan etika politik yang tertanam dengan kuatlah yang akan menolong negara-negara demokrasi melewati krisis tersebut. Implikasinya proses demokratisasi tanpa etika politik yang mengakar menjadi rentan dan bahkan hancur ketika menghadapi krisis seperti kemerosotan ekonomi, konflik regional atau konflik sosial, atau krisis politik yang disebabkan oleh korupsi atau kepemimpinan yang terpecah.

Dengan kata lain, Etika Politik adalah sarana yang diharapkan mampu menciptakan suasana harmonis antar pelaku dan antar kekuatan sosial politik serta antar kelompok kepentingan lainnya untuk mencapai sebesar-besar kemajuan bangsa dan negara dengan mendahulukan kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi dan golongan.

Etika politik mengandung misi kepada setiap pejabat dan elite politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap untuk mundur dari jabatan publik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toteran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya. Etika politik harus menjadi pedoman utama dengan politik santun, cerdas, dan menempatkan bangsa dan negara di atas kepentingan partai dan golongan.

MPR juga memandang bahwa etika politik mutlak diperlukan bagi perkembangan kehidupan politik oleh karena itu MPR menetapkan Ketetapan MPR RI No. VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Dalam Ketetapan tersebut diuraikan bahwa etika kehidupan berbangsa tidak terkecuali kehidupan berpolitik merupakan rumusan yang bersumber dari ajaran agama, khususnya yang bersifat universal, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.

Rumusan tentang Etika Kehidupan Berbangsa ini disusun dengan maksud untuk membantu memberikan penyadaran tentang arti penting tegaknya etika dan moral dalam kehidupan berbangsa. Pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportifitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa.

Etika kehidupan berbangsa ini diuraikan menjadi 6 (enam) etika yaitu:
1. Etika Sosial dan Budaya;
2. Etika Politik dan Pemerintahan;
3. Etika Ekonomi dan Bisnis;
4. Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan;
5. Etika Keilmuan; dan
6. Etika Lingkungan.

Dalam Ketetapan tersebut juga dinyatakan bahwa Etika Politik dan Pemerintahan dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa bertanggungjawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa. Etika pemerintahan mengamanatkan agar penyelenggara negara memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila merasa dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan negara.

Masalah potensial yang dapat menimbulkan permusuhan dan pertentangan diselesaikan secara musyawarah dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan sesuai dengan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya, dengan tetap menjunjung tinggi perbedaan sebagai sesuatu yang manusiawi dan alamiah.

Etika Politik dan Pemerintahan diharapkan mampu menciptakan suasana harmonis antarpelaku dan antarkekuatan sosial politik serta antarkelompok kepentingan lainnya untuk mencapai sebesar-besar kemajuan bangsa dan negara dengan mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi dan golongan.

Etika Politik dan Pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap mundur dari jabatan Politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya. Tap ini mengamanatkan kepada seluruh warga negara untuk mengamalkan etika kehidupan berbangsa.

Berbicara mengenai etika berpolitik, kita harus mengakui bahwa banyak kalangan elite kita cenderung berpolitik dengan melalaikan etika kenegarawanan. Banyak sekali kenyataan bahwa berpolitik dilakukan tanpa rasionalitas, mengedepankan emosi dan kepentingan kelompok, serta tidak mengutamakan kepentingan berbangsa. Hal ini sangat menghawatirkan karena bukan hanya terjadi pembunuhan karakter antarpemimpin nasional dengan memunculkan isu penyerangan pribadi, namun politik kekerasan pun dapat terjadi.

Elite nasional yang seperti ini cenderung kurang peduli terhadap terjadinya konflik masyarakat dan tumbuhnya budaya kekerasan. Elite bisa bersikap seperti itu karena mereka pun sebagian besar berasal dari partai politik atau kelompok-kelompok yang berbasis primordial sehingga elite cenderung berperilaku yang sama dengan perilaku pendukungnya.

Elite serta massa yang cenderung berpolitik dengan mengabaikan etika. Bahkan elite seperti ini merasa halal untuk membenturkan massa atau menggunakan massa untuk mendukung langkah politiknya. Mereka tidak sadar bahwa sebenarnya kekuatan yang berbasis primordial di negeri ini cenderung berimbang. Jika mereka terus berbenturan, tak akan ada yang menang.

Kurangnya etika berpolitik ini merupakan akibat dari dari ketiadaan pendidikan politik yang memadai. Bangsa kita tidak banyak mempunyai guru politik yang baik, yang dapat mengajarkan bagaimana berpolitik tak hanya memperebutkan kekuasaan, namun dengan penghayatan etika serta moral. Politik yang mengedepankan take and give, berkonsensus, dan pengorbanan.

Selain itu kurangnya komunikasi politik juga menjadi penyebab lahirnya elite politik seperti ini. Yaitu elite politik yang tidak mampu menyuarakan kepentingan rakyat, namun juga menghasilkan orang-orang yang cenderung otoriter, termasuk dalam wacana. Politik kekerasan semakin berkembang karena perilaku politik dipandu oleh nilai-nilai emosi.

Untuk berpolitik dengan etika dan moral, paling tidak dibutuhkan dua syarat:
1. Ada kedewasaan untuk dialog;
2. Dapat menomorduakan kepentingan pribadi atau kelompok.

Perilaku pemimpin nasional pun, sesungguhnya tidak berbeda jauh dengan massanya. Karena itu tumbuhnya kedewasaan politik di antara pemimpin nasional sangat dapat menyelamatkan bangsa ini dari kehancuran serta untuk menyelamatkan masa depan bangsa Indonesia sendiri.

Untuk menyelamatkan bangsa ini mau tak mau pendidikan kewarganegaraan harus semakin dikembangkan. Sebagai contoh adalah melalui pendidikan kewarganegaraan di semua jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi yaitu pendidikan yang menyadarkan kita terhadap pluralitas dan keberagaman yang tinggi. Pluralitas ini begitu penting dan harus diutamakan.

Berpolitik tanpa kesadaran etika dan moral hanya akan melahirkan krisis kepemimpinan. Karena itu, sekarang yang diharapkan adalah adanya pencerahan dari kembalinya budayawan dan agamawan yang bermoral sehingga kita senantiasa kembali pada etika, moralitas, dan kebhinnekaan.

Krisis kehidupan berbangsa dan bernegara, yang sedang dihadapi bangsa Indonesia, antara lain karena persoalan etika dan perilaku kekuasaan. Silang pendapat, perdebatan, konflik, dan upaya saling menyalahkan terus berlangsung di kalangan elite, tanpa peduli dan menyadari bahwa seluruh rakyat kita sedang prihatinmenyaksikan kenyataan ini.

Kemampuan membangun harmoni, melakukan kompromi dan konsensus di kalangan elite politik kita terkesan sangat rendah, tetapi cepat sekali untuk saling melecehkan dan merendahkan. Padahal untuk mengubah arah dan melakukan lompatan jauh ke depan, sangat diperlukan kompromi dan semangat rekonsiliasi.

Politik bukanlah persoalan mempertaruhkan modal untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar, sebagaimana diyakini oleh sebagian besar pelaksana money politics di Tanah Air kita. Politik bukanlah semata-mata perkara yang pragmatis sifatnya, yang hanya menyangkut suatu tujuan dan cara mencapai tujuan tersebut, yang dapat ditangani dengan memakai rasionalitas. Politik lebih dari pragmatisme, tetapi mengandung sifat eksistensial dalam wujudnya karena melibatkan juga rasionalitas nilai-nilai.

Karena itulah, politik lebih dari sekadar matematika tentang hubungan mekanis di antara tujuan dan cara mencapainya. Politik lebih mirip suatu etika yang menuntut agar suatu tujuan yang dipilih harus dapat dibenarkan oleh akal sehat yang dapat diuji, dan cara yang ditetapkan untuk mencapainya haruslah dapat dites dengan kriteria moral.

Khusus untuk para politisi muda dan calon politisi lainnya, perlu diketahui bahwa dalam politik itu ada keindahan dan bukan hanya kekotoran, ada nilai luhur dan bukan hanya tipu muslihat, ada cita-cita besar yang dipertaruhkan dalam berbagai langkah kecil, dan bukan hanya kepentingan-kepentingan kecil yang diucapkan dalam kata-kata besar. Hal-hal inilah yang menyebabkan politik dapat dilaksanakan dan harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Apabila kesadaran etika berpolitik sangat rendah maka tantangan yang mungkin kita hadapi kedepan adalah terjadinya feodalisme maupun kapitalisme dalam politik Indonesia yang dapat mengakibatkan bahwa kemerdekaan nasional justru memberi kesempatan kepada para pemimpin politik menjadi raja-raja yang membelenggu rakyatnya dalam ketergantungan dan keterbelakangan.

Tantangan ini harus kita hadapi dengan penuh kesadaran untuk selalu berjuang menentang feodalisme dan perjuangan untuk membebaskan diri dari cengkeraman kapitalisme. Usaha ini sangat ditentukan juga melalui perjuangan partai politik.

Partai politik hendaknya berbentuk partai kader dan bukan partai massa, karena dengan partai kader para anggota partai yang mempunyai pengetahuan dan keyakinan politik dapat ikut memikul tanggung jawab politik, sedangkan dalam partai massa keputusan politik diserahkan seluruhnya ke tangan pemimpin politik dan massa rakyat tetap tergantung dan tinggal dimobilisasi menurut kehendak sang pemimpin partai. Partai politik sebagai pilar demokrasi haruslah selalu berinteraksi dengan masyarakat sepanjang tahun. Kegiatan sosial kemasyarakatan merupakan agenda wajib begitu pula sikap cepat tanggap dalam menghadapi musibah dan bencana.

Para elit politik partaipun sudah seharusnya sering terjun menemui konstituen, mendengar aspirasi mereka, dan memperjuangkannya. Partai tidak boleh membuat jarak dengan rakyat. Di sinilah sesungguhnya hakikat dari pendidikan politik yang diterapkan oleh partai politik dan elitenya. Dengan demikian, maka apapun sikap dan kebijakan partai tidak akan terlepas dari kehendak masyarakat konstituennya, dan benar-benar menjadi penyambung lidah rakyat. Sehingga dapat mencegah kehawatiran bahwa partai hanya memperjuangkan kepentingan kelompoknya. Kegiatan pencerdasan politik masyarakat harus terus dipupuk oleh partai politik melalui respon terhadap realitas sosial-politik. Selain itu berpolitik hendaknya dilakukan dengan cara yang santun, damai, dan menyejukkan. Kemudian kita juga harus mengembangan sistem multipartai agar kehidupan politik terhindar dari konsentrasi kekuasaan yang terlalu besar pada diri satu orang atau satu golongan saja. Dengan etika berpolitik yang demikian itulah kita berharap masyarakat madani yang kita cita-citakan dapat segera terwujud.***

*) Disampaikan Pada Wisuda Pasca Sarjana, Sarjana, dan Diploma III Serta Dies Natalis Universitas Nasional ke-57 di Jakarta, 21 November 2006 Oleh: Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, M.A. (Ketua MPR RI)

[ DOWNLOAD ]

===============================================================================
Miliki Usaha di Internet dengan mudah! Peluang Penghasilan sekaligus Tambahan Uang Saku !

Miliki bisnis di internet ! Miliki tambahan uang saku dengan mudah, Tidak harus dimulai dengan modal RUPIAH Segera bergabung. Siapapun Anda ! dimanapun Anda ! Pasti bisa !

http://www.usahaweb.com/idevaffiliate.php?id=14625

Mau Tambah Uang Saku ?

Meningkatkan Kinerja Sekolah dengan Membangun Budaya Sekolah yang Kondusif

[ Download ]

Tidak dapat disangkal, bahwa sekolah merupakan sebuah komunitas. Dalam persfektif Sosio Antopologis sebuah komunitas memiliki ciri dan karakter yang permanent, lokalitor, norma-norma, interaksi social, waktu yang relatip permanent, budaya dan tujuan yang sama. Sekolah sebagai sebuah komunitas , disamping memiliki cirri-ciri formal juga harus menampakkan ciri substansialnya sebagai pengembangan ilmu dan pembentukan karakter. Sangatlah ironis jika ada sekolah atau lembaga pendidikan yang tidak mencerminkan semangat belajar, etos kerja keras, budaya baca, kreativitas, orientasi mutu dan budaya apresiasi. Oleh karena itu perlu penegasan akan urgesitas penciptaan iklim atau budaya sekolah sebagai prakondisi bagi lahirnya kinerja sekolah atau pendidikan yang optimal.

Pentingnya budaya atau kultur dalam upaya perbaikan kinerja suatu komunitas atau institusi memang sudah merupakan sebuah aksioma. Kalangan Antropologi mengenal dan mengembangkan sebuah teori yang disebut dengan “ Cultural deterministic”- Budaya sebagai faktor penentu. Berdasarkan teori tersebut, maju mundur dan berkembang tidaknya suatu komunitas atau institusi akan sangat ditentukan oleh keadaan budayanya. Yang kita pahami saat ini budaya adalah semua hasil pemikiran, nilai, harapan , cita-cita, perilaku dan hasil karya manusia yang berkembang dan dalam suatu masyarakat yang diyakini dapat mengantarkan pada kebutuhan dan tujuannya.

Idealnya, budaya sekolah adalah budaya yang menunjukkan pada sikap yang mencintai ilmu, semangat belajar, etos kerja keras, gemar membaca, budaya apresiasi, memlihara lingkungan yang tertib, bersih, saling menghargai dan cinta prestasi. Dalam sudut pandang pedagogis budaya sekolah yang tumbuh dan berkembang serta menjadi spirit bagi lingkungannya merupakan kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) disamping kurikulum yang tampak atau formal.

Pengamatan dan pengalaman penulis sebagai praktisi pendidikan, dilapangan justru budaya sekolah sebagai kurikulum tersembunyi inilah yang sangat berpengaruh dan berkesan terhadap pembentukkan kebiasaan (habbit) siswa yang lambat laun akan menjadi karakter melalui proses belajar nilai-nilai dan norma yang tumbuh dilingkungan sekolah tersebut sering dikenal dengan proses internalisasi dan Enkulturasi.

Kinerja sekolah yang sekiranya tumbuh dan berkembang optimal sebagai akibat dari budaya sekolah yang unggul diantarnya adalah suasana sekolah yang tertib, bersih, disiplin, aktif, dinamis, kompentitif sehat, kreatif, apresiatif dan prestatif. Janganlah terlalu berharap banyak lahirnya kinerja dan prestasi optimal jika tidak terlebuh dahulu dibangun kultur atau budaya sekolah yang kondusif dan unggul.

Sebagai ilustrasi kemajuan bangsa Jepang adalah bukti yang ditunjukkan oleh keunggulan kebudayaannya. Orang Jepang sangat terkenal gemar membaca, kerja keras, disiplin, kerjasama dan kebersihannya. Dengan kultur seperti itu bangsa Jepang mampu unjuk gigi sebagai Negara maju dan industri yang diperhitungkan dunia.

Membangun budaya unggul perlu kesadaran, keamanaan, komitmen, dan kerjasama semua pihak terutama faktor kepemimpinan. Kepemimpinan yang effektif secara signifikan mampu memberikan kontribusi yang sangat dominan bagi terciptanya iklim dan budaya sekolah yang unggul dan kondusif berdasarkan hasil sebuah pendidikan, faktor kepemimpinan berkontribusi sekitar 68% bagi tercapainya kinerja sekolah yang optimal. Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa Kepala Sekolah sangat vital, dominant, dan strategis dalam upaya peningkatan kinerja sekolah begitu pula dalam upaya penciptaan prakondisinya yang berupa budaya sekolah. Sikap pemimpin yang sekiranya mampu melahirkan budaya unggul disekolah diantaranya adalah keterbukaan, penghargaan partisipasi, motivator, teladan, disiplin, toleransi, kreatif, hangat, rendah hati, sederhana, antusiasisme dan proaktif.

Departemen Pendidikan Nasional melalui berbagai kebijakan unggulannya sangat terobsesi untuk meningkatkan mutu pendidikan Bangsa Indonesia yang jauh tertinggal oleh Negara-negara jiran sekalipun. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kecakapan Hidup (Life Skill), Wajib Belajar, Profesionalisme Guru dan lain-lain. Merupakan diantara beberapa kebijakan strategis dalam upaya perbaikan kinerja pendidikan secara umum. Berbagai kebijakan tersebut hanyalah tinggal kebijakan hampa dan retoris saja jika tidak diresponoleh sekolah sebagai satuan komitmen social pendidikan terkecil. Dan ujung-ujungnya kembali lagi kepada sikap mental pelaku dan pelaksana pendidikan yang tercermin dalam budaya sekolah di lingkungannya. Oleh karena itu jangan anggap enteng dengan budaya sekolah. Mari kita kembangkan budaya bangsa yang tercermin dalam budaya sekolah yang kondusif bagi upaya peningkatan kwalitas anak bangsa yang cerdas, kreatif, mandiri, kompetitif, prestatif, beradab dan bermartabat ditengah-tengah kehidupan bangsa-bangsa lain didunia.

Sumber :
Drs. Rustana Adhi (Guru SMP PGII 1 Bandung)

[ Download ]
===============================================================================

Miliki Usaha di Internet dengan mudah! Peluang Penghasilan sekaligus Tambahan Uang Saku !



Menyoal PP 47/2008 dan 48/2008

[ Download ]

BERBAGAI pendapat tentang lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 47/2008 Tentang Wajib Belajar dan PP No. 48/2008 tentang Pendanaan Pendidikan dapat menimbulkan berbagai penafsiran. Hal ini tentunya akan terasa langsung pada para pelaku pendidikan, terutama para guru dan pengelola sekolah. Untuk itu, pemahaman dari berbagai instansi terkait terhadap PP No. 47/2008 dan PP No. 48/2008 perlu disamakan agar tidak terjadi kesimpangsiuran di lapangan yang dapat menimbulkan keresahan.

Diundangkannya kedua PP yang berkaitan langsung dengan pendidikan ini tidak serta merta dapat diimplementasikan. Sebab, pada pasal 9 PP 47/2008 memang ditegaskan tentang kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin terselenggaranya program wajib belajar. Tetapi, ada pasal lain yang menegaskan pula perlunya dipersiapkan infrastrukturnya terlebih dahulu yang memungkinkan PP tersebut dapat diimplementasikan. Hal itu tertuang antara lain pada pasal 7. Hal itu dapat kita lihat pada ayat (2) Pasal 7 PP 47/2008 yang menegaskan, penyelenggaraan program wajib belajar oleh pemerintah daerah ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah, APBD, Rencana Strategis Daerah Bidang Pendidikan, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah.

Itulah infrastruktur yang perlu dipersiapkan terlebih dahulu agar PP 47/2008 dapat diimplementasikan. Secara lebih tegas, pada ayat (5) pasal yang sama disebutkan, pemerintah daerah dapat mengatur lebih lanjut pelaksanaan program wajib belajar, sesuai dengan kondisi daerah masing-masing melalui peraturan daerah. Artinya, sebelum perdanya ada, PP tersebut tentu belum dapat dilaksanakan.

Hak dan kewajiban

Melihat fenomena ini, tentu perlu pembacaan secara komprehensif dan menyeluruh atas pasal-pasal yang tertuang, baik pada PP 47/2008 maupun PP 48/2008. Untuk itu, dalam memahami kehadiran kedua PP ini agar berbagai instansi terkait memerhatikan pasal 10 ayat (4) PP 47/2008 yang menyatakan, ketentuan mengenai investasi dan biaya operasional diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pendanaan pendidikan.

Selanjutnya, pasal 11 ayat (2) PP 47/2008 menegaskan, "Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin tersedianya pendidik, tenaga kependidikan, dan biaya operasi untuk setiap satuan pendidikan pelaksana program wajib belajar dengan pembagian beban tanggung jawab sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pendanaan pendidikan."

Kedua ayat tersebut jelas-jelas merujuk kepada PP 48/2008. Sedangkan pasal 87 PP 48/2008 menegaskan, "Semua peraturan yang diperlukan untuk melaksanakan peraturan pemerintah ini harus diselesaikan paling lambat satu tahun terhitung sejak diundangkan peraturan pemerintah ini." Sebelum peraturan-peraturan pelaksanaannya antara lain dalam bentuk perda belum ada, PP 47/2008 dan 48/2008 belum dapat diimplementasikan. Berarti pula, pelaksanaan pasal 13 PP 47/2008 harus tetap mengacu pasal 56 UU nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Pasal 13 PP 47/2008 selengkapnya berbunyi, (1) Masyarakat berhak: (a) berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap penyelenggara program wajib belajar, serta (b) mendapat data dan informasi tentang program wajib belajar. (2) Masyarakat berkewajiban mendukung penyelenggaraan program wajib belajar. (3) Hak dan kewajiban masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.

Sedangkan Pasal 56 UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas menyebutkan, (1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. (2) Dewan Pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hierarkis. (3) Komite sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.

Mengacu MBS

Sambil menunggu dikeluarkannya peraturan-peraturan pelaksanaan dari PP 47/2008 dan PP 48/2008, pengelolaan pendidikan di Kota Bandung hendaknya tetap mengacu pada pendekatan manajemen berbasis sekolah (MBS). Manajemen berbasis sekolah itu bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui kewenangan (otonomi) kepada sekolah, pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah, dan mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Dengan pendekatan MBS, justru masyarakat memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam peningkatan mutu pendidikan, termasuk memberikan sumbangan kepada sekolah dalam berbagai bentuk. Sedangkan anggaran pendidikan 20% itu tentunya dapat dilaksanakan pada tahun 2009, hal itu pun masih tanda tanya. "Apakah itu cukup dalam menunjang pendidikan?"

Kenyataan yang terjadi selama ini dapat dikatakan mencapai 70% biaya pendidikan adalah dari masyarakat, jika sekolah gratis mungkin tepatnya hanya pada mereka yang tidak mampu, tidak bisa disamakan dengan mereka dari keluarga mampu.***

Penulis, DRS. DANA SETIA Ketua Dewan Pendidikan Kota Bandung.
http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=34057

[ Download ]

Bermain dan Kreativitas Anak Usia Prasekolah

[ Download ]

Dunia anak adalah dunia bermain. Oleh karena itu, anak-anak membutuhkan mainan dalam kehidupan mereka. Manfaat bermain bagi anak sangat besar.

DENGAN bermain anak-anak akan memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru dari segi-segi kehidupan. Bermain juga dapat melatih anak untuk mempersiapkan peranan-peranan yang akan mereka lakukan kelak di kemudian hari.

Lebih dari itu, bermain dapat merangsang daya imajinasi anak. Dengan berkembangnya imajinasi, kecerdasan dan kreativitas anak akan berkembang. Itulah sebabnya, berdasarkan penelitian, anak-anak yang mempunyai banyak kesempatan bermain dan mengembangkan imajinasinya, memiliki kreativitas dan kecerdasan yang lebih tinggi daripada anak-anak yang kurang bermain dan berkhayal.

Ada lima definisi tentang bermain pada anak, yaitu:
1. Sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai positif bagi anak.
2. Bersifat spontan dan sukarela.
3. Melibatkan peran serta aktif anak.
4. Tidak memiliki motivasi ekstrinsik (rangsangan dari luar dirinya), namun lebih bersifat intrinsik (dorongan dari dalam diri).
5. Memiliki hubungan sistematis yang khusus dengan sesuatu yang bukan bermain, seperti kemampuan kreatif, kemampuan memecahkan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial, dan sebagainya.

Prinsip pendidikan

Menyadari pentingnya kegiatan bagi anak, selayaknya perlu disediakan juga mainan yang cukup bagi anak-anak kita. Namun, di dalamnya harus tetap diperhatikan prinsip pendidikannya. Mainan harus dapat melatih keterampilan mereka dan mengandung unsur-unsur baru yang harus ditemukan oleh anak itu sendiri.

Idealnya mainan harus mengandung beberapa unsur sebagai berikut:1. Harus mempunyai bentuk yang realistik.
2. Harus mempunyai bentuk yang mudah dikuasai dan digunakan oleh anak.
3. Harus mempunyai bentuk yang dapat dilepas, disusun, dan dipasang dengan mudah oleh si anak. Hal ini untuk merangsang keterampilan dan kreativitas anak.
4. Harus terdiri atas bagian-bagain yang dapat dibentuk menjadi berbagai macam model oleh si anak. Ini juga dimaksudkan untuk merangsang imajinasi anak di samping memberikan pengalaman dan pengetahuan baru.

Oleh karena itu, sebagai orang tua maupun pendidik, kita tidak bisa sembarangan memberikan mainan kepada anak-anak. Apalagi kalau mainan tersebut dapat membahayakan si anak. Keempat unsur di atas merupakan ukuran yang ideal bagi kita dalam memilih mainan bagi anak.

Sebagai kesimpulan dari tulisan ini, sesungguhnya bermain mengandung unsur pendidikan yang tidak kalah pentingnya dengan belajar melalui buku teks. Adakalanya orang tua yang salah dalam memahami pendidikan, kerap mengabaikan aktivitas bermain anak. Mereka menganggap bermain hanyalah membuang-buang waktu. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa pendidikan adalah belajar dan belajar artinya memahami buku teks sebanyak-banyaknya.

Harus ditegaskan kembali, bermain akan membuat anak mengekspresikan perasaan serta menunjukkan dinamika dalam diri mereka. Bermain yang konstruktif dapat menumbuhkan kematangan emosi anak. Bermain dapat pula melatih anak mencari jalan keluar dari masalah yang mereka hadapi. Dengan bermain, si anak sebenarnya tengah mempelajari dan mengembangkan pola-pola sosialisasi. Pada sisi inilah, memberikan kesempatan anak bermain secara positif adalah juga upaya kita mendidik mereka dengan benar. ***

Penulis, IMAS RINI, S.Pd. pengajar di PAUD Flamboyan RW O7 Kel. Derwati Kec. Rancasari Kota Bandung.
http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=78812

[ Download ]