02 Juni 2011

GURU SUPER MEMBENTUK SISWA BERKARAKTER

Peran seorang guru tidak sekedar menjadikan peserta didik menjadi pintar tetapi lebih dari sekedar itu, berkontribusi membangun siswa berkarakter. Secanggih apapun teknologi, tidak akan mampu menggeser peran dan posisi guru dalam proses pendidikan karena pendidikan tidak sekedar transfer of knowledge tetapi membangun nilai dan karakter (tranformation of value and character building).


Guru yang mampu melahirkan anak didik berkarakter. Tentu, bukan guru yang biasa-biasa saja, tetapi seorang guru yang luar biasa atau guru super. Berdasarkan Undang-Undang Guru dan Dosen no.14 tahun 2005 disebutkan seorang guru memiliki 4 kompetensi, yaitu kompetensi profesional, pendagogis, personal dan sosial. Dari keempat kompetensi, aspek yang paling mendasar untuk menjadi seorang guru yang super adalah aspek kepribadian (personality), karena aspek pribadi inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya komitmen diri, dedikasi, kepedulian dan kemauan kuat untuk terus berkiprah di dunia pendidikan dengan penuh panggilan melahirkan generasi masa depan yang pintar sekaligus berkarakter.

Rani Pardini (2009), menyebutkan 3 model guru berdasarkan tingkatan kualitasnya, ocupacional, profesional dan vocasional. Ocupacional adalah sosok guru yang menjalani profesi guru sekedarnya saja, tanpa kepedulian lebih memperhatikan anak-anak asuhnya. Guru seperti ini yang paling penting bahan ajar tersampaikan, hak diterima, perkara anak paham atau tidak, berubah atau tidak, tidak menjadi persoalannya. Guru profesional adalah guru yang memiliki tanggung jawab lebih, memenuhi kualifikasi undang-undang dan syarat kompetensi guru sesuai dengan regulasi yang berlaku. Ketiga guru vocasional adalah guru yang menjalani profesinya sebagai sebuah panggilan (calling), sehingga menjalani tugasnya dengan penuh antusiasme, pasion, komitmen dan terus mengembangkan diri serta profesinya.

Meminjam istilah Reza M. Syarif, tentang eksistensi manusia dilihat dari keberadaan dan prestasinya (performance), seorang guru terbagi dalam 5 model,

1. Guru yang apa adanya.
Guru model ini, mengajar hanya sekedar gugur kewajiban, tidak peduli dengan keadaan anak diluar kelas atau masalah-masalah di rumahnya. Guru yang apa adanya, guru yang menjalankan tugasnya hanya sebatas formalitas.

2. Guru yang tidak ada apa-apanya.
Guru seperti ini sama sekali tidak memiliki gairah untuk menjadikan siswa pintar apalagi berkarakter. Ilmu yang diperolehnya tidak pernah di upgrade, padahal perubahan terjadi setiap saat, mereka tidak tertarik terhadap berbagai perkembangan yang terjadi di sekitarnya terutama yang berhubungan dengan dunia pendidikan.

3. Sosok guru yang adanya, ada-ada saja.
Guru model ini lebih banyak kesan negatifnya daripada positifnya, tidak banyak berharap dari guru model ini beruntung tidak banyak guru seperti ini, hanya kasuistis, tetapi sangat perlu diwaspadai karena bisa mencoreng dan menghancurkan dunia pendidikan. Guru yang ada-ada saja lebih banyak usil dibanding usulnya dalam perkembangan pendidikan.

4. Guru yang ada lebihnya.
Model guru seperti ini, sosok guru yang sadar akan tugas pokok dan fungsinya (TUPOKSI) sebagai guru. Guru yang ada lebihnya adalah guru yang tertarik untuk terus peduli pada perkembangan anak didiknya, profesinya. Kondisi dan tantangan yang berkembang dan prestasi baik diri dari siswanya, bagi guru kelompok ini selalu tertarik terhadap perkembangan-perkembangan baru di dunia pendidikan dan perubahan yang lainnya yang berkaitan dengan aspek pendidikan.

5. Guru yang adanya tidak sekedar ada.
Sosok guru inilah sosok yang super. Guru super ini, guru yang sangat sadar pada eksistensinya, potensinya, profesinya, situasi dan kondisinya, visi dan misinya, obsesinya serta efektifitas aksinya. Guru model ini, menjadikan profesi guru sebagai panggilan diri yang dijalaninya dengan penuh komitmen dan dedikasi.

Dengan adanya sertifikasi, tidak otomatis meningkat kualitas guru dan mutu pendidikannya, karena terkadang kembali pada status quo dan “model lama”. Banyak kasus sertifikasi guru yang hanya sekedar mengajar tunjangan sertifikasi dari subtansi pengembangan profesi dan prestasinya.

Pada hemat penulis, untuk menjadi guru super maka yang harus dibangun adalah minimal 7 aspek, yang penulis sebut dengan model 7 M.

1. Mind Set atau pola pikir seorang guru super harus memiliki pola pikir yang benar dalam menjalankan profesinya. Tidak hanya sekedar pertimbangan finansial tetapi betul-betul sebagai panggilan dan kepedulian untuk membantu mengembangkan potensi anak didik dan mengembangkan kualitas pendidikan.

2. Mentalitas atau sikap mental, menjadi guru super luar biasa sangat ditentukan dengan sikap mental positif, proaktif, progresif, dan prestatif.

3. Motivasi, guru super memiliki motivasi yang super untuk membangun karakter anak dan dunia pendidikan. Bagi seorang guru harus selalu memiliki motivasi internal yang sangat kuat untuk terus berupaya mengembangkan dirinya yang berdampak pada kemajuan anak didiknya.

4. Manajemen, seorang guru super mampu memanaj diri dan sumber daya lainnya dalam mengembangkan pembelajaran sehingga mampu melahirkan kreatifitas dan inovasi pendidikan.

5. Moralitas, seorang guru mutlak memiliki etika moral yang patut menjadi teladan bagi teman sejawat dan murid-murinya. Moralitas merupakan sesuatu yang harus ada (conditio sine quanon) bagi seorang guru super.

6. Metode, seorang guru hendaknya menguasai berbagai metode pembelajaran yang variatif sehingga tidak monoton dan menjenuhkan anak dalam belajar.

7. Moving atau tindakan efektif, untuk menjadi guru super harus mampu bertindak efektif baik pada tahap persiapan, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi hasil belajar. Dari sekian aspek semuanya akan bernuansa pada mind set (pola pikir) seorang guru, untuk menjadikan dirinya sebagai seorang guru super yang mampu melahirkan anak didiknya tidak sekedar pintar tapi memiliki karakter. Kehadiran seorang guru harus sebanyak-banyaknya bermakna, bermanfaat dan maksimal dalam upaya membangun potensi anak menjadi dirinya sendiri yang mampu membangun dan menemukan jatidirinya.

Seorang guru super yang berdampak pada upaya membangun karakter siswa paling tidak harus memiliki sembilan karakter (9 S) yaitu :

- Sayang, Sabar, Santun, Siap, Senyum, Sungguh –Sungguh, Senang, Strategi, dan Sukses.

Semoga guru-guru sebagai pahlawan yang banyak jasa dan banyak pahala, sebagai guru super mampu segera memulihkan kondisi pendidikan dan bangsa yang multi krisis ini, bangkit siap bersaing dengan bangsa-bangsa lainnya didunia terutama di era ACFTA ini dan menyongsong WTO 2010.

Sumber :
Drs. Rustana Adhi

Tidak ada komentar: