30 September 2009

Menyoal PP 47/2008 dan 48/2008

[ Download ]

BERBAGAI pendapat tentang lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 47/2008 Tentang Wajib Belajar dan PP No. 48/2008 tentang Pendanaan Pendidikan dapat menimbulkan berbagai penafsiran. Hal ini tentunya akan terasa langsung pada para pelaku pendidikan, terutama para guru dan pengelola sekolah. Untuk itu, pemahaman dari berbagai instansi terkait terhadap PP No. 47/2008 dan PP No. 48/2008 perlu disamakan agar tidak terjadi kesimpangsiuran di lapangan yang dapat menimbulkan keresahan.

Diundangkannya kedua PP yang berkaitan langsung dengan pendidikan ini tidak serta merta dapat diimplementasikan. Sebab, pada pasal 9 PP 47/2008 memang ditegaskan tentang kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin terselenggaranya program wajib belajar. Tetapi, ada pasal lain yang menegaskan pula perlunya dipersiapkan infrastrukturnya terlebih dahulu yang memungkinkan PP tersebut dapat diimplementasikan. Hal itu tertuang antara lain pada pasal 7. Hal itu dapat kita lihat pada ayat (2) Pasal 7 PP 47/2008 yang menegaskan, penyelenggaraan program wajib belajar oleh pemerintah daerah ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah, APBD, Rencana Strategis Daerah Bidang Pendidikan, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah.

Itulah infrastruktur yang perlu dipersiapkan terlebih dahulu agar PP 47/2008 dapat diimplementasikan. Secara lebih tegas, pada ayat (5) pasal yang sama disebutkan, pemerintah daerah dapat mengatur lebih lanjut pelaksanaan program wajib belajar, sesuai dengan kondisi daerah masing-masing melalui peraturan daerah. Artinya, sebelum perdanya ada, PP tersebut tentu belum dapat dilaksanakan.

Hak dan kewajiban

Melihat fenomena ini, tentu perlu pembacaan secara komprehensif dan menyeluruh atas pasal-pasal yang tertuang, baik pada PP 47/2008 maupun PP 48/2008. Untuk itu, dalam memahami kehadiran kedua PP ini agar berbagai instansi terkait memerhatikan pasal 10 ayat (4) PP 47/2008 yang menyatakan, ketentuan mengenai investasi dan biaya operasional diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pendanaan pendidikan.

Selanjutnya, pasal 11 ayat (2) PP 47/2008 menegaskan, "Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin tersedianya pendidik, tenaga kependidikan, dan biaya operasi untuk setiap satuan pendidikan pelaksana program wajib belajar dengan pembagian beban tanggung jawab sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pendanaan pendidikan."

Kedua ayat tersebut jelas-jelas merujuk kepada PP 48/2008. Sedangkan pasal 87 PP 48/2008 menegaskan, "Semua peraturan yang diperlukan untuk melaksanakan peraturan pemerintah ini harus diselesaikan paling lambat satu tahun terhitung sejak diundangkan peraturan pemerintah ini." Sebelum peraturan-peraturan pelaksanaannya antara lain dalam bentuk perda belum ada, PP 47/2008 dan 48/2008 belum dapat diimplementasikan. Berarti pula, pelaksanaan pasal 13 PP 47/2008 harus tetap mengacu pasal 56 UU nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Pasal 13 PP 47/2008 selengkapnya berbunyi, (1) Masyarakat berhak: (a) berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap penyelenggara program wajib belajar, serta (b) mendapat data dan informasi tentang program wajib belajar. (2) Masyarakat berkewajiban mendukung penyelenggaraan program wajib belajar. (3) Hak dan kewajiban masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.

Sedangkan Pasal 56 UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas menyebutkan, (1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. (2) Dewan Pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hierarkis. (3) Komite sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.

Mengacu MBS

Sambil menunggu dikeluarkannya peraturan-peraturan pelaksanaan dari PP 47/2008 dan PP 48/2008, pengelolaan pendidikan di Kota Bandung hendaknya tetap mengacu pada pendekatan manajemen berbasis sekolah (MBS). Manajemen berbasis sekolah itu bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui kewenangan (otonomi) kepada sekolah, pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah, dan mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Dengan pendekatan MBS, justru masyarakat memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam peningkatan mutu pendidikan, termasuk memberikan sumbangan kepada sekolah dalam berbagai bentuk. Sedangkan anggaran pendidikan 20% itu tentunya dapat dilaksanakan pada tahun 2009, hal itu pun masih tanda tanya. "Apakah itu cukup dalam menunjang pendidikan?"

Kenyataan yang terjadi selama ini dapat dikatakan mencapai 70% biaya pendidikan adalah dari masyarakat, jika sekolah gratis mungkin tepatnya hanya pada mereka yang tidak mampu, tidak bisa disamakan dengan mereka dari keluarga mampu.***

Penulis, DRS. DANA SETIA Ketua Dewan Pendidikan Kota Bandung.
http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=34057

[ Download ]